Selamat Datang Blogkami jangan lupa isi buku tamu,tukeran link dan berikan komentar

Sifat Papan Semen

SIFAT PAPAN SEMEN EMPULUR
BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)

I. PENDAHULUAN
Pembuatan papan semen pada penelitian ini, merupakan salah satu upaya untuk menyediakan bahan bangunan selain kayu, dengan menggunakan limbah kelapa sawit berupa empulur batang sebagai bahan bakunya dan semen sebagai perekatnya. Mengingat di dalam bahan baku yang digunakan mengandung zat esktraktif yang dapat menghambat daya rekat dan pengerasan perekat, maka pada penelitian ini dilakukan perlakuan awal berupa perendaman bahan baku untuk melarutkan sebagian zat ekstraktif.
Pada penelitian ini dilakukan perendamana bahan baku dengan menggunakan air dingin (suhu = 22 0C) dengan lama perendaman 1,2 dan 3 hari, serta air panas (suhu = 100 0C) dengan lama perendaman 1,2 dan 3 jam. Untuk memperbaiki perekatan, digunakan semen yang dicampur dengan gipsum dengan perbandingan persentase bobot antara semen dan gipsum sebagai berikut : 90 : 10%, 80 : 20%, 70 : 30%, dan 60 : 40%. Bahan baku berupa empelur batang kelapa sawit yang tertahan pada saringan 40 mesh, dicampur dengan perekat campuran semen gipsum dan air, dibuat menjadi papan semen dengan ukuran panjang x lebar x tebal yaitu : 10 x 10 x 2 cm. pengujian yang dilakukan pada penelitian ini ialah uji hidratasi bagi bahan baku. Bagi papan semen yang diperoleh dilakukan uji kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, absorpsi dan uji keteguhan geser tekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan air dingin menghasilkan kualitas papan semen yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dengan air panas dan lama perendaman 2 hari dengan air dingin memberikan hasil pengujian papan semen yang paling baik. Komposisi perekat dengan persentase bobot 60% semen dan 40% gipsum, merupakan komposisi perekat yang memberikan hasil pengujian papan semen yang paling baik diantara komposisi lain yang diujikan.Kayu merupakan salah satu kebutuhan manusia yang digunakan sebagai bahan bangunan. Kebutuhan kayu Indonesia menurut Anonim (2008) kebutuhan kayu sekitar 30 juta meter kubik pertahun. Kebutuhan kayu ini pada tahun 2009 diperkirakan akan meningkat menjadi 45 juta meter kubik pertahun, padahal kemampuan alam untuk menyediakan kayu tersebut sangatlah terbatas. Disamping itu, adanya isu lingkungan tentang efek rumah kaca akibat penebangan kayu secara berlebihan menyebabkan pasokan kayu untuk bahan bangunan menjadi berkurang.Mengingat terbatasnya pasokan kayu dari hasil hutan, maka perlu dilakukan upaya lain dengan menggunaan bahan baku selain dari hasil hutan, misalnya dari sektor perkebunan dan pertanian. Salah satu usaha ini ialah pembuatan papan semen dengan menggunakan bahan baku yang cukup potensial, yaitu empulur batang kelapa sawit.Perkembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia meningkat dengan pesat. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hingga tahun 2008 mencapai 6.500.000 ha, (Anonim, 2008). pengembangan penanaman kelapa sawit ini akan terus meningkat dengan laju pertambahan antara 150.000 – 200.000 ha per tahunnya (Buanantara, 2008). Seiring dengan perkembangan penanamannya maka limbah kelapa sawit akan meningkat pula. Pada saat ini selain buahnya yang sudah dimanfaatkan, juga tandan tanpa buah digunakan sebagai mulsa di kebun atau dibakar untuk diambil abunya yang akan digunakan sebagai produk.Tandan tanpa buah, sabut kelapa dan empulur batang merupakan limbah padat yang mengandung lignoselulose yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku papan semen.Mengingat didalam bahan baku yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung zat ekstraktif yang dapat menghambat daya rekat dan pengerasan perekat, maka perlu dilakukan perendaman terhadap bahan baku tersebut diatas untuk mengurangi kandungan zat ekstraktifnya (Subiyanto dan Firmanti, 1998). Perlakuan awal yang pernah dilakukan pada penelitian terdahuu ialah merendam bahan baku dalam air dingin, air panas dan larutan NaOH 1% (Hindriani, 1999). Pada penelitian ini dilakukan perlakuan perendaman bahan baku dengan dua jenis larutan, yaitu air dingin dan air panas. Pada penelitian terdahulu, semen digunakan sebagai perekat pada pembuatan papan semen karena mempunyai sifat ketahanan yang baik terhadap serangan jamur, serangga dan api (Masri, 1998). Keunggulan lain perekat semen jika dibandingkan dengan perekat urea formaldehide ialah tidak menimbulkan gas formaldehide (Memed, et. al.1992). Pada penelitian pembuatan papan semen yang telah dilakukan sebelumnya (Hindriani, 1999), diperoleh hasil yang kurang memuaskan pada penampilannya disamping itu, sifat fisik mekanik masih dibawah standar. Hal ini diduga ikatan bahan dengan semen kurang kompak. Untuk memperbaiki hal tersebut diatas telah dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan perekat campuran semen dan gipsum dengan perbandingan 1 : 1. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut secara visual menunjukkan peningkatan, namun sifat fisik dan mekaniknya belum diketahui, untuk itu perlu diteliti lebih lanjut. Dalam penelitian tersebut tampaknya ada beberapa kelemahan antara lain, tidak diketahui berapa campuran optimum maupun kadar maksimum dari gipsum terhadap semen. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan penelitian ini dengan memanfaatkan empulur batang kelapa sawit sebagai bahan baku papan semen dan campuran semen gipsum sebagai perekatnya.
II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : empulur batang kelapa sawit, air, semen portland jenis III, gipsum dan minyak barko.

B. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : termosfles, termometer, tabung reaksi, tempat perendaman, alat penggiling, alat pengayak, desikator, cawan penyaring, alat ekstraksi dan neraca.

C. Metode
1. Persiapan awal
Empulur batang kelapa sawit yang telah kering digiling, diayak dan diambil serbuknya yang tertahan pada saringan yang berukuran 40 mesh. Serbuk empulur kelapa sawit sebagian direndam dalam air dingin selama : 1, 2 dan 3 hari, dan bagian serbuk yang lain direndam dalam air panas selama 1, 2 dan 3 jam. Setelah direndam dalam air dingin dan panas, serbuk dijemur sampai kering.

2. Sifat-sifat yang diuji adalah :
Suhu hidratasi kerapatan, kadar air, pengambangan tebal, absorpi dan keteguhan geser tekan.

3. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dalam acak lengkap. Percobaan ini dilakukan dengan tiga ulangan. Faktor A adalah jenis bahan perendam dengan 2 level (A1, A2), faktor B ialah lama perendaman dengan 4 level (B1, B2, B3, B4), sedangkan faktor C ialah komposisi bahan perekat dengan 5 level (C1, C2, C3, C4, C5).Bila pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati berpengaruh maka dilakukan uji beda Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Suhu Hidratasi
Suhu hidratasi adalah suhu maksimum yang dihasilkan pada semen dan air bereaksi. Sebagai konsekuensi dari proses hidratasi ialah pengerasan dan terbentuknya fase baru, yaitu hidrat. Perubahan dasar dari sifat fisika dan kimia ini merupakan dasar penggunaan akhir dari sifat-sifat semen yaitu kekuatan awal, perkembangan kekuatan, perubahan volume, perkembangan panas, dan ketahanan kimia. (Primananda, 2007).Pengerasan semen dapat terhambat oleh adanya zat ekstraktif yang ditunjukkan dengan terhambatnya pencapaian suhu maksimum dari suhu reaksinya (Taylor dalam Joesoef dan Kasmudjo, 1979). Tingkat penghambatan pengerasan semen yang disebabkan oleh bahan berlignoselulose, merupakan perbedaan waktu atau suhu hidratasi, campuran semen dengan bahan berlignoselulose dibandingkan dengan waktu atau suhu hidratasi semen (Pinion, 1968 dalam Sutigno, et. al, 1977).Menurut Kamil (1970) untuk Indonesia ada 3 katagori yang menggambarkan baik tidaknya pengikatan antara bahan berlignoselulose dengan perekat semen, yaitu bila suhu maksimum diatas 41 ?C maka bahan tersebut dikatakan baik, antara 36 – 41 ?C adalah sedang dan dibawah 36 ?C tidak baik, karena zat ekstraktif pada bahan baku papan semen akan menghambat pencapaian suhu hidratasi maksimum yang lebih tinggi.
dapat diketahui bahwa suhu hidratasi dari empulur batang kelapa sawit tanpa perlakuan perendaman (kontrol) diperoleh hasil berkisar 30 – 34 ?C, mengacu kepada tiga katagori suhu maksimum diatas, maka kisaran suhu maksimum tersebut dikatagorikan tidak baik. Suhu hidratasi dari campuran empulur batang yang mengalami perendaman dengan air dingin berkisar 28 – 39 ?C dan air panas yaitu 29 – 39 ?C. Jika dibandingkan dengan perolehan suhu hidratasi maksimum kontrol maka, perakuan perendaman baik dengan air dingin maupun air panas, akan meningkatkan suhu hidratasi campuran perekat dan empulur batang kelapa sawit dengan ketegori sebagai berikut untuk beberapa komposisi kurang baik yaitu di bawah 36 ?C dan beberapa komposisi lainnya adalah sedang yaitu antara 36 – 41 ?C.Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Hindriani (1999), yang menyetakan bahwa terjadi peningkatan suhu hidratasi dari campuran sabut kelapa sawit yang telah direndam masing-masing dalam air panas dan air dingin dengan perekat semen dan air.Dari nilai suhu hidratasi maksimum pada , masing-masing dimasukkan ke dalam rumus “Pinion” hasilnya disajikan .

diperoleh hasil bahwa faktor penghambat waktu hidratasi pengerasan semen dengan empulur batang yang mengalami perlakuan perendaman masing-masing dengan air dingin dan panas berkisar antara 0 – 75. Sedangkan faktor penghambat suhu hidratasi pengerasan semen berbagai komposisi dengan empulur batang yang telah mengalami perendaman masing-masing dalam air dingin dan panas ialah berkisar 22 – 44. menurut Pinion, (1968) dalam Sutigno, et. al, (1977) faktor penghambat waktu hidratasi dan suhu hidratasi pengerasan semen yang kurang dari 100 termasuk katagori baik, atas dasar ini maka pengerasan perekat semen berbagai komposisi dengan bahan empulur batang yang telah mengalami perlakuan perendaman masing-masing dalam air dingin dan panas, dikatagorikan pengerasan yang baik.
2. Kerapatan
Kerapatan papan semen merupakan suatu ukuran yang menyatakan bobot papan semen per satuan luas. Kerapatan erat hubungannya dengan kekuatan, makin tinggi kerapatan makin tinggi pula kekuatan papan (Anonim, 1976). Semakin tinggi kerapatan lembaran papan akan menyebabkan semakin luas pula kontak antar partikel dengan perekatnya, sehingga akan dihasilkan kekuatan papan yang lebih tinggi pula (Kollman, et. al, 1975).Untuk mengetahui pengaruh perlakuan awal bahan baku berupa perendaman terhadap sifat fisik dan mekanik papan semen yang dihasilkan dihitung sidik ragamnya.
diperoleh fakta bahwa penambahan gipsum pada perekat berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan semen, hal ini ditunjukkan pada faktor C (komposisi perekat) dimana perekat semen tanpa penambahan gipsum berbeda nyata bila dibandingkan dengan penambahan gipsum 10 sampai dengan 40%.

3. Kadar air
Papan semen mengandung air hidrat, air gel, air kapiler dan air permukaan. Air hidrat merupakan air yang terikat pada senyawa hidrat, air gel ialah air yang mengisi pori-pori semen, air kapiler merupakan air yang mengisi pori-pori kapiler yang tersebar di seluruh pasta dan air permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan pasta semen. (Anonim, 2006).Dari hasil pengujian kadar air papan semen diperoleh hasil berkisar antara 2,9 – 10,27%, sedangkan standar kadar air papan semen menurut Standar Nasional Indonesia ialah maksimum 10%, dari hasil uji kadar air pada semuanya memenuhi standar Indonesia.
4. Pengembangan tebal
Pengukuran pengembangan tebal papan semen pada waktu 2 jam dan 24 jam setelah mengalami perendaman dengan air. Air yang mengisi pori-pori semen dan pori-pori kapiler yang tersebar di seluruh pasta akan berpengaruh terhadap nilai pengembangan tebal (Anonim, 2006). Pengembangan tebal berhubungan erat dengan ikatan semen dengan bahan baku, semakin baik ikatannya, semakin kecil pengembangan tebalnya (Sulastiningsih, 1998).Hasil pengukuran pengembangan tebal berkisar antara 0 – 11,44%. Dari data yang diperoleh untuk semua perlakuan, stabilitas dimensi akan meningkat dengan bertambahnya kandungan gipsum pada perekat dan nilai
Read More..

Kayu lapis bermuka cat

KAYU LAPIS BERMUKA CAT
I. PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang
Industri kayu merupakan industri kehutanan yang penting dalam rangka pemanfaatan sumberdaya hutan. Nilai ekspor produk kayu pada tahun 2007 sebesar US $ 5.839 juta atau 50,09% dari nilai ekspor hasil pertanian dan kehutanan atau 11,27% dari seluruh nilai ekspor (Djumarman, 2007). Industri kayu penghasil devisa tersebut antara lain kayu lapis, kayu olahan, pulp, komponen mebel, mebel dan produk kayu lapis bermuka cat.
Beberapa kebijakan pemerintah telah mendorong perkembangan industri kayu dan produk kayu lapis bermuka cat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa mulai tahun 1985 ekspor kayu bundar dilarang, sehingga ekspor kayu lapis, kayu gergajian dan produk kayu lapis bermuka cat meningkat cukup pesat. Pada tahun 1989 keluar peraturan mengenai kenaikan pajak ekspor kayu gergajian sehingga mulai tahun 1990 ekspor kayu gergajian turun sekali tetapi ekspor kayu olahan dan produk kayu lapis bermuka cat terus meningkat.
Disamping terjadi peningkatan jumlah industri juga terjadi peningkatan keragaman (diversifikasi) produk industri baik secara horizontal maupun vertikal atau pengolahan yang lebih hilir (Sutigno, 2001). Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa semula produk kayu lapis bermuka cat belum berkembang di Indonesia, kini produk tersebut telah berkembang dan telah di ekspor. Dalam hal bentuk kayu lapis bermuka cat dapat bervariasi baik ukuran maupun ketebalan (Bharata, 2007).
Dalam rangka pengendalian mutu dan pemasaran produk kayu lapis bermuka cat diperlukan antara lain standar mutu produk kayu lapis bermuka cat yang bersangkutan. Umumnya standar mutu yang digunakan adalah standar dari negara pembeli misalnya Jepang (Japanese Agriculture Standard atau JAS dan Japanese Industrial Standard atau JIS). Terdapat perbedaan proses pengecatan kayu dengan pengecatan kayu lapis bermuka cat. Pengecatan kayu dilakukan dengan cara dilabur dengan kwas atau disemprot dengan alat penyemprot sedangkan pada kayu lapis bermuka cat pengecatannya dilakukan dengan memasukkan kayu lapis ke dalam mesin rol. Selama ini kayu lapis bermuka cat menggunakan jenis cat yang aman bagi pengguna (Anonim, 2007). Perlu dikemukakan bahwa salah satu kebijakan pemerintah adalah membuat Standar Nasional Indonesia sebagai bagian dari sistem Standardisasi Nasional yang dikoordinir oleh Badan Standardisasi Nasional. Standar Mutu produk kayu yang belum ada SNI-nya antara lain kayu lapis bermuka cat.

B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah membuat konsep Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kayu lapis bermuka cat. Sasarannya adalah tersedianya konsep Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kayu lapis bermuka cat.

C. Luaran
Konsep Standar Nasional Indonesia tentang kayu lapis bermuka cat.

D. Hasil yang Telah Dicapai Tahun Sebelumnya
Pada tahun 2005 telah disusun konsep Standar Nasional Indonesia tentang bare core, tahun 2006 telah disusun konsep Standar Nasional Indonesia tentang papan gipsum dan tahun 2007 telah disusun konsep Standar Nasional Indonesia tentang bambu lamina.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun persilangan tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan perekat minimal tiga lapis (Anonim, 2002). Kayu lapis indah adalah jenis kayu lapis yang permukaannya diberi lapisan venir kayu indah yang diperoleh dengan cara penyayatan atau pengupasan (Anonim, 2000). Sedangkan kayu lapis bermuka cat menurut Sulastiningsih, Sutigno dan Iskandar (2007) adalah kayu lapis penggunaan umum yang diolah kembali permukaannya dengan diberi lapisan cat. Penggunaan kayu lapis bermuka cat antara lain untuk langit-langit rumah, papan tulis putih, meja belajar, meja komputer, lemari pakaian, lemari mainan, penyekat dinding, kotak obat dan mainan anak-anak (Sulastiningsih, Sutigno dan Iskandar, 2007).
Kayu lapis bermuka cat menurut Kliwon (2006) adalah kayu lapis penggunaan umum yang lapisan luarnya diberi lapisan cat. Pemberian lapisan cat ada yang satu permukaan saja ada pula kedua permukaannya yaitu lapisan muka dan belakang kayu lapis diberi lapisan cat.
Menurut Anonim (2006) kayu lapis bermuka cat disebut kayu lapis spesial (Specialty Plywood). Kayu lapis spesial adalah produk kayu lapis sekunder yang pada lapisan muka atau belakang dilapisi cat. Menurut Iskandar dan Kliwon (2007) kayu lapis dibedakan menjadi kayu lapis penggunaan umum, kayu lapis indah yang dilapisi dengan venir bercorak indah atau dilapisi kertas bercorak indah. Kayu lapis bermuka film dan kayu lapis bermuka cat.
Selanjutnya Iskandar dan Kliwon (2007) mengemukakan kayu lapis bermuka cat dapat digunakan untuk langit-langit (flapon), lapisan pintu, lemari, meja, kabinet radio, kabinet televisi, kabinet mesin jahit, gitar, mainan anak dan papan tulis.
Menurut Pangestu (2007) yang melakukan pengujian kayu lapis bermuka cat hasilnya sebagai berikut : panjang 244 cm, lebar 122 cm, tebal 3 mm, diagonal 272,8 cm, kadar air 11,5 %, tidak ada yang mengelupas (delaminasi) dan tidak ada yang melepuh, pecah maupun pelunakan.
Menurut Anonim (2008) pabrik yang memproduksi kayu lapis bermuka cat di Indonesia yang masih di produksi ada tiga pabrik yaitu PT Kayu Lapis Indonesia, Semarang. Kapasitas produksinya 25.000 m3 setiap tahunnya. Persyaratan yang dipakai untuk penetapan mutu menggunakan Standar Jepang. PT. Satya Raya Indah Wood Based Panel, Anyer Kapasitas produksinya 15.000 m3 setiap tahunnya. Persyaratan yang di pakai untuk penetapan mutu menggunakan Standar Jepang dan PT Perpekta Nusa Tangerang. Kapasitas produksinya 17.500 m3 setiap tahunnya. Persyaratan yang dipakai untuk penetapan mutu menggunakan Standar pembeli dari Jepang.
III. METODOLOGI
A. Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Kegiatan di lapangan terdiri dari pengumpulan data dan informasi di pabrik kayu lapis bermuka cat yang berlokasi di Semarang Jawa Tengah dan Tangerang, Anyer Banten. Kegiatan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan berupa pembuatan contoh uji dan pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer.

B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu lapis bermuka cat, asam asetat, natrium karbonat, thinner. Sedangkan alat yang digunakan adalah meteran, kaliper, timbangan, oven, gergaji mesin dan penangas.

C. Prosedur Kerja
1. Di lapangan
a. Mengumpulkan data pabrik kayu lapis bermuka cat yang dijadikan sampel meliputi skala / kapasitas produksi dan lain-lain.
b. Mempelajari proses produksi kayu lapis bermuka cat pada beberapa pabrik di Tangerang, Anyer, Banten, Semarang Jawa Tengah.
c. Mempelajari spefisikasi dan pengujian produk kayu lapis bermuka cat.
d. Pengambilan contoh produk kayu lapis bermuka cat buatan pabrik untuk bahan penelitian dan pengujian sebanyak 5 lembar .
e. Pengujian visual meliputi panjang, lebar, tebal, diagonal dan mutu penampilan

2. Di laboratorium
a. Membuat contoh uji produk kayu lapis bermuka cat sebanyak 5 lembar dibuat potongan uji sebanyak 5 buah berukuran 30 cm x 30 cm. Pola pengambilan potongan uji sebagai berikut :

Gambar 1. Pola pengambilan potongan uji kayu lapis bermuka cat

b. Melakukan pengujian sifat produk kayu lapis bermuka cat, yaitu meliputi kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer. Untuk masing-masing sifat yang diuji menggunakan lima ulangan.
Selanjutnya menurut Anonim (2006), cara pengujian kadar air, delaminasi, uji ketahanan terhadap asam, uji ketahanan terhadap basa dan uji ketahanan terhadap pengencer (thinner) adalah sebagai berikut :
a. Pengujian kadar air
- Contoh uji ditimbang, untuk mengetahui berat awal;
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103 + 2) oC;
- Contoh uji ditimbang kembali kemudian dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap (berat kering mutlak).
Kadar air contoh uji dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
- Ba adalah berat awal contoh uji (gram);
- Bk adalah berat kering mutlak contoh uji (gram).
b. Pengujian delaminasi
- Contoh uji direndam dalam air panas pada suhu (70 + 3) oC selama 2 jam;
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (60 + 3) oC selama 3 jam;
- Contoh uji diberikan dan diukur panjang bagian yang mengelupas.
c. Pengujian ketahanan terhadap asam
- Contoh uji diletakkan mendatar, kemudian ditetesi larutan asam asetat 5%;
- Contoh uji ditutup rapat dengan cawan gelas arloji selama + 6 jam;
- Contoh uji dicuci dengan air dan dibiarkan selama + 24 jam di ruangan;
- Contoh uji diamati, apakah ada tanda delaminasi, melepuh, pecah dan pelunakan.
d. Pengujian ketahanan terhadap basa
- Contoh uji diletakkan mendatar, kemudian ditetesi larutan natrium karbonat 1%;
- Contoh uji ditutup rapat dengan cawan gelas arloji selama + 6 jam;
- Contoh uji dicuci dengan air dan dibiarkan selama + 24 jam di ruangan;
- Contoh uji diamati, apakah ada tanda delaminasi, melepuh, pecah dan pelunakan.
e. Pengujian ketahanan terhadap pengencer (thinner)
- Contoh uji diletakkan mendatar, kemudian ditetesi larutan pengencer/thinner;
- Contoh uji ditutup rapat dengan cawan gelas arloji selama + 6 jam;
- Contoh uji dicuci dengan air dan dibiarkan selama + 24 jam di ruangan;
- Contoh uji diamati, apakah ada tanda delaminasi, melepuh, pecah dan pelunakan.

D. Analisis Data
Data pengujian mutu, dimensi, kadar air, uji delaminasi, uji ketahanan terhadap asam, uji ketahanan terhadap basa, dan uji ketahanan terhadap pengencer (thinner) kayu lapis bermuka cat dihitung rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan standar Jepang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengujian mutu penampilan, tebal, panjang, lebar dan diagonal kayu lapis bermuka cat tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengujian visual kayu lapis bermuka cat
No. Sifat Yang Diuji Ulangan Nilai Rata-rata
1 Mutu Penampilan 5 A
2 Tebal (mm) 5 3.0
3 Panjang (mm) 5 2.440
4 Lebar (mm) 5 1.220
5 Diagonal (mm) 5 2.728

Hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer kayu lapis bermuka cat tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, basa dan pengencer kayu lapis bermuka cat
No. Sifat Yang Diuji Ulangan Nilai Rata-rata

(1) (2) (3) (4)
1 Kadar Air (%) 5 11.70
2 Delaminasi (mm) 5 0
3 Ketahanan terhadap asam 5 Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
4 Ketahanan terhadap basa 5 Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
5 Ketahanan terhadap pengencer 5 Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan

Hasil pengujian mutu penampilan, tebal, panjang, lebar, diagonal, kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa, dan ketahanan terhadap pengencer kayu lapis bermuka cat menurut tiga pabrik tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengujian kayu lapis bermuka cat menurut tiga pabrik.
No. Sifat yang Diuji Pabrik
Aa) Bb) Cc)
1 Mutu pnampilan A A A
2 Tebal (mm) 3,1 3,0 3,0
3 Panjang (mm) 2.440 2.441 2.440
4 Lebar (mm) 1.220 1.221 1.220
5 Diagonal (mm) 2.728 2.729 2.728
6 Kadar Air (%) 10.55 10.98 11.57
7 Delaminasi (mm) 0 0 0,5
8 Ketahanan terhadap asam Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
9 Ketahanan terhadap basa Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
10 Ketahanan terhadap pengencer Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan

Keterangan :
A = PT. Perpeka Nusa; B = PT. Satya Raya Indah Wood Industries; C = PT. Kayu Lapis Indonesia; a) Sumber: Taufik (2007); b) Sumber : Darman (2008); c) Sumber : Suharja (2008).

B. Pembahasan
Berdasarkan nilai pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa mutu penampilan kayu lapis bermuka cat yang diuji termasuk mutu A menurut standar pembeli dari Jepang, karena tidak ada cacat pada permukaan kayu lapis bermuka cat seperti goresan, perubahan warna dan kotoran yang menempel. Nilai tebal rata-rata 3.0 mm, panjang 2.440 mm, lebar 1.220 mm dan diagonal 2.728 mm. Nilai tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang, memenuhi persyaratan standar karena toleransi untuk tebal + 0.2 mm, panjang + 2 mm, lebar + 3 mm dan diagonal selisih dua diagonal tidak lebih dari 25 mm dari diagonal terpendek. Nilai ini bila dibandingkan dengan hasil pengujian kayu lapis bermuka cat yang dilakukan oleh Taufik (2007), Darman (2008) dan Suharja (2008) hasilnya hampir sama dan sama-sama memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang (Tabel 3).
Berdasarkan hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadapa pengencer kayu lapis bermuka cat yang tercantum pada Tabel 2 nilai rata-rata kadar air 11.70%, delaminasi 0 mm, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer hasil pengujian ketiga sifat tersebut adalah tidak ada yang mengelupas, melepuh pecah dan pelunakan. Hasil pengujian pada Tabel 2 tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang semuanya memenuhi syarat karena kadar air tidak lebih dari 14%, delaminasi kurang dari 25 mm, pengujian ketahanan terhadap asam, basa dan pengencer memenuhi syarat karena tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan. Menurut Taufik (2007), Darman (2008) dan Suharja (2008) yang menguji kelima sifat kayu lapis bermuka cat yang tercantum pada Tabel 2, hasilnya tidak jauh beda dan sama-sama memenuhi syarat pembeli dari Jepang (Tabel 3).
Berdasarkan data tersebut telah disusun konsep SNI kayu lapis bermuka cat seperti pada lampiran 2. Konsep SNI ini merupakan bagian yang tidak terpisah dengan LHP ini.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengujian mutu penampilan termasuk mutu A.
2. Pengujian tebal, panjang, lebar dan diagonal memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang.
3. Pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang.

B. Saran
Penelitian kayu lapis bermuka cat perlu dilanjutkan untuk menyempurnakan konsep Standar Nasional Indonesia tentang kayu lapis bermuka cat.
Konsep SNI kayu lapis bermuka cat dapat diusulkan melalui Pusltanling Setjen Dephut untuk diproses menjadi SNI.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Kayu Lapis Indah dan Papan Blok Indah. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2025-2000. Jakarta.

. 2002. Kayu Lapis Penggunaan Umum. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2027-2002. Jakarta.

. 2006. Japanese Agricultural Standard for Specialty Plywood. The Japan Plywood Inspection Corporation, Tokyo

______. 2007. Penulisan Standar Nasional Indonesia. Pedoman Standardisasi Nasional. PSN 08:2007. Jakarta.

. 2007. Cara Pengecatan pada Kayu Lapis. PT. Perfecta Nusa, Jakarta.

. 2008. Daftar Industri Kayu Lapis. Asosiasi Produsen Panel Kayu Indonesia, Jakarta.

Bharata. 2007. Mematri, Merekat, Menyusutkan dan Mengempa. Karya Aksara. Jakarta.

Darman. 2008. Kayu Lapis Bermuka Cat. PT. Satya Raya Indah Wood Industries (PT. SRIWI), Anyer Serang.

Djumarman. 2008. Upaya mendorong peranan kayu karet dalam rangka peningkatan devisa. Lokakarya Pengembangan Kayu Karet. Departemen Pertanian, Jakarta.

Iskandar, M. I. dan S. Kliwon. 2007. Proses Produksi Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Verifikasi Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Kliwon. S. 2006. Proses Pembuatan Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Penguji Kayu Lapis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Pangestu. F. 2007. Hasil Pengujian kayu Lapis Bermuka Cat. PT White Rose Papan Indah, Bekasi.

Sulastiningsih, I.M, P. Sutigno dan M.I. Iskandar. 2007. Proses Pembuatan Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Penguji Kayu Lapis Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasi Hutan, Bogor.

Suharja. 2008. Pengujian Kayu Lapis Bermuka Cat. PT. Kayu Lapis Indonesia, Semarang.

Sutigno, P. 2001. Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Buletin Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Taufik. 2007. Hasil Uji Kayu Lapis, Papan Blok dan Kayu Lapis yang Dilapisi Cat. PT. Perpekta Nusa, Tangerang.
Read More..

Jenis Kayu untuk Venir

JENS-JENIS KAYU SEBAGAI BAHAN VENIR

1. NYATOH PUTIH
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu nyatoh putih dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.
KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu nyatoh putih dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

2. HURU GADING
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu huru gading dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu huru gading dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

3. KISAMPANG
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kisampang dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kisampang dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


4. KILUBANG

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kilubang dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 91o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kilubang dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

5. KIBANCET
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kibancet dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kibancet dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

6. KIBULU
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kibulu dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kibulu dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


7. KI KUYA

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu ki kuya dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu ki kuya dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

8. KIHANTAP
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kihantap dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o 301 untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kihantap dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

9. MARASI
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu marasi dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu marasi dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


10. ASAM JAWA

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu asam jawa dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu asam jawa dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

11. BALOBO
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu balobo dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 89o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu balobo dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

12. KUNDANG
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kundang dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 91o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kundang dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


13. KI KENDAL

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu ki Kendal dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 89o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu ki Kendal dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

14. WARU GUNUNG
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu waru gunung dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o 301 untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu waru gunung dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

15. HURU MENTEK
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu huru mentek dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu huru mentek dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.
Read More..

Bambu Lapis


BAMBU LAPIS
1. Pendahuluan
Dalam rangka pengendalian mutu dan pemasaran produk bambu lapis diperlukan standar mutu. Saat ini produk bambu lapis belum mempunyai standar mutu (SNI). Untuk penyusunan standar tersebut diperlukan beberapa tahap kegiatan penelitian. Mempelajari standar dari beberapa negara, membuat perbandingan persyaratan produk bambu tersebut berdasarkan beberapa standar, mengumpulkan data primer dan sekunder di pabrik, menguji mutu produk kayu tersebut di laboratorium dan menyusun konsep Standar Nasional Indonesia (RSNI) bambu lapis. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis. Metode yang dipakai adalah mempelajari proses produksi, pengujian visual, membuat contoh uji, dan melakukan pengujian sifat fisis dan mekanis bambu lapis.

Kata kunci : standar mutu, bambu lapis, SNI, RSNI, sifat fisis dan mekanis.

2. Latar belakang
Industri kayu dan bambu merupakan industri kehutanan yang penting dalam rangka pemanfaatan sumberdaya hutan. Nilai ekspor produk kayu dan bambu pada tahun 2006 sebesar US $ 5.839 juta atau 50,09% dari nilai ekspor hasil pertanian dan kehutanan atau 11,27% dari seluruh nilai ekspor (Djumarman, 2008). Industri kayu dan bambu penghasil devisa tersebut antara lain kayu lapis, kayu olahan, pulp, komponen mebel, mebel dan produk bambu lapis.
Beberapa kebijakan pemerintah telah mendorong perkembangan industri kayu dan bambu. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa mulai tahun 1985 ekspor kayu bundar dilarang, sehingga ekspor kayu lapis, kayu gergajian dan produk bambu lapis meningkat cukup pesat. Pada tahun 1989 keluar peraturan mengenai kenaikan pajak ekspor kayu gergajian sehingga mulai tahun 1990 ekspor kayu gergajian turun sekali tetapi ekspor kayu olahan dan produk bambu lapis terus meningkat.
Disamping terjadi peningkatan jumlah industri juga terjadi peningkatan keragaman (diversifikasi) produk industri baik secara horizontal maupun vertikal atau pengolahan yang lebih hilir (Sutigno, 2001). Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa semula produk bambu lapis belum berkembang di Indonesia, kini produk tersebut telah berkembang dan telah di ekspor. Jumlah industri bambu lapis sampai tahun 2008 ada 5 industri dengan produksi 22.400 m3 setiap tahunnya, semua produknya di ekspor ke Jepang dan Amerika dengan nilai ekspor US $ 28 juta (Anonim, 2009). Dalam hal bentuk bambu lapis dapat bervariasi baik ukuran maupun ketebalan (Bharata, 2007).
Dalam rangka pengendalian mutu dan pemasaran produk bambu lapis diperlukan antara lain standar mutu produk bambu lapis yang bersangkutan. Umumnya standar mutu yang digunakan adalah standar dari negara pembeli misalnya Jepang (Japanese Agriculture Standard atau JAS dan Japanese Industrial Standard atau JIS). Parameter yang dipakai untuk menentukan mutu bambu lapis yaitu mutu penampilan, panjang, lebar, tebal, diagonal, kadar air, keteguhan rekat (Delaminasi), keteguhan lentur dan mudulus elastisitas. Syarat mutu I, II, III, dan IV yaitu :
Sementara itu, Indonesia berusaha pula membuat Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk bambu lapis.
Perlu dikemukakan bahwa salah satu kebijakan pemerintah adalah membuat Standar Nasional Indonesia sebagai bagian dari sistem Standardisasi Nasional yang dikoordinir oleh Badan Standardisasi Nasional. Standar Mutu produk bambu yang belum ada SNI-nya antara lain bambu lapis.

3. Hasil yang Telah Dicapai
Pada tahun 2005 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang bare core, tahun 2006 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang papan gipsum, tahun 2007 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang bambu lamina dan tahun 2008 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang kayu lapis bermuka cat.

4. Tinjauan Pustaka
Bambu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun persilangan tegak lurus lembaran bambu/bilah/pelupuh yang diikat dengan perekat dan dikempa minimal tiga lapis (Kliwon, et al., 1996). Menurut Kliwon (1997) yang meneliti bambu lapis mengemukakan sifat fisis dan mekanis bambu lapis adalah sebagai berikut : Tebal bambu lapis berkisar antara 11,78 mm hingga 12,44 mm dengan tebal rata-rata 12,06 mm. Kadar air bambu lapis berkisar antara 9,06% hingga 12,36% dengan kadar air rata-rata 10,66%. Kerapatan bambu lapis bekisar antara 0,62 g/cm3 hingga 0,74 g/cm3 dengan kerapatan rata-rata 0,67 g/cm3. Kadar air bambu lapis yang dibuat ternyata memenuhi standar Jepang (JAS) karena tidak lebih dari 14%. Kerapatan bambu lapis yang terbuat dari bilah bambu seluruhnya (0,72g/cm3) lebih besar daripada kerapatan bambu lapis kombinasi dengan venir kayu meranti merah (0,63g/cm3). Hal ini disebabkan berat jenis bambu adalah 0,65 (Suryokusumo, 2004), sedangkan berat jenis kayu meranti merah adalah 0,47 (Iskandar, et al, 1994). Apabila dibandingkan dengan kerapatan bambu lapis menggunakan pelupuh bambu tali yang diteliti oleh Kliwon et al, (1996) yaitu 0,64g/cm3 dan bambu lapis yang dibuat dari sayatan bambu tali yang diteliti oleh Sulastiningsih dan Sutigno (1994) yaitu 0,81 g/cm3 maka kerapatan bambu lapis yang diteliti (0,72g/cm3) berada di antara keduanya.
Keteguhan rekat bambu lapis dengan cara pengujian delaminasi memenuhi syarat Standar Jepang karena kurang daripada 2,50 cm yaitu 0 cm (tidak terjadi delaminasi). Hal ini berarti memenuhi syarat tipe II, yaitu tahan terhadap kelembaban tinggi.
Keteguhan lentur bambu lapis sejajar serat permukaan (modulus patah) berkisar antara 349,91 kg/cm2 hingga 729,92 kg/cm2 dengan rata-rata 525,25 kg/cm2. Bila dibandingkan dengan standar Jepang maka keteguhan lentur tersebut memenuhi syarat karena nilainya lebih besar daripada 260 kg/cm2 (kayu lapis struktural). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa modulus patah bambu lapis dan sayatan (Sulastiningsih dan Sutigno, 1994) adalah 1022,48 kg/cm2 (4 lapis) dan 1324,72 kg/cm2 (5 lapis). Modulus patah bambu lapis dari pelupuh (Kliwon, et al., 1996) ada diantara 247,35 kg/cm2 dan 341 kg/cm2 dengan rata-rata 294,18 kg/cm2. Dengan demikian hasil penelitian ini ada diantara kedua hasil penelitian tersebut. Keadaan ini sama dengan data kerapatan bambu lapis, jenis pengawetan dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan lentur bambu lapis. Penggunaan bambu lapis antara lain untuk rangka balok I, dinding, lantai, pintu, lemari, meja, kursi, dan peti kemas (Iskandar, 2007).

5. Rumusan Masalah
Sampai saat ini SNI untuk bambu lapis belum tersedia. Sementara itu produk tersebut telah diproduksi di Indonesia dan sudah diekspor yang dalam pengendalian mutunya masih menggunakan standar pembeli. Mengingat hal itu perlu disusun konsep SNI produk tersebut.

6. Hipotesis
Persyaratan mutu standar bambu lapis yang disusun mampu memenuhi kebutuhan produsen (fabrikan) dan konsumen.

7. Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini adalah membuat Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tentang bambu lapis. Sasarannya adalah tersedianya Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tentang bambu lapis.
8. Luaran
Konsep Standar Nasional Indonesia tentang bambu lapis yang meliputi kerangka pokok persyaratan kualitas, cara uji, klasifikasi mutu dan penandaan.

9. Ruang Lingkup
Kegiatan ini mencakup kegiatan lapangan dan laboratorium. Kegiatan lapangan, antara lain meliputi pengumpulan data primer dan sekunder di pabrik bambu lapis. Kegiatan di laboratorium meliputi pengujian mutu produk contoh bambu lapis yang dilakukan di laboratorium produk majemuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

10. Metodologi
a. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bambu, bambu lapis dan perekat, sedangkan alat yang digunakan adalah meteran, kaliper, timbangan, oven, gergaji mesin dan penangas.
b. Prosedur Kerja
1) Di lapangan
a) Menginventarisasi pabrik bambu lapis, meliputi skala, kapasitas produksi, dan macam produk.
b) Mempelajari prasyarat kualitas, cara uji dan klasifikasi mutu untuk produk utama bambu lapis yang di produksi oleh pabrik di Cilegon Banten dan Semarang Jawa Tengah.
c) Mempelajari proses produksi bambu lapis.
d) Pengambilan contoh produk bambu lapis buatan pabrik untuk bahan penelitian dan pengujian, sebanyak 5 lembar.
e) Pengujian visual meliputi; panjang, lebar, diagonal dan mutu penampilan.
2) Di laboratorium
a) Membuat contoh uji bambu lapis.
Dari setiap lembar bambu lapis dibuat 5 buah potongan uji yang tersebar merata menurut garis diagonal dalam ukuran 300 mm x 300 mm
Dari setiap potongan uji dibuat contoh uji kadar air dengan ukuran 100 mm x 100 mm, keteguhan rekat (delaminasi) dengan ukuran 75 mm x 75 mm, keteguhan lentur dan modulus elastisaitas dengan ukuran panjang 24 x Tebal + 50 ml, lebar 25 ml. Sehingga setiap lembar bambu lapis terdapat 5 buah contoh uji kadar air, keteguhan rekat delaminasi, keguhan lentur dan modulus elastisitas.
b) Melakukan pengujian sifat fisis dan mekanis contoh uji bambu lapis meliputi; kadar air, keteguhan rekat (delaminasi), keteguhan lentur dan modulus elastisitas. Selanjutnya menurut Anonim 2003 cara pengujian kadar air, delaminasi, keteguhan lentur dan medulus elastisitas adalah sebagai berikut :
a. Pengujian kadar air
- Contoh uji ditimbang, untuk mengetahui berat awal
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu ( 130±2) oC;
- Contoh uji ditimbang kembali kemudia dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap (berat kering mutlak)
Kadar air contoh uji dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air (%) =
Ketarangan :
- Ba adalah barat awal contoh uji (gram);
- Bk adalah berat kering mutlak contoh uji (gram)
b. Penguji delaminasi
- Contoh uji direndam dalam air panas pada suhu (70 ± 3)oC selama 2 jam;
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (60 ± 3)oC selama 3 jam;
- Dontoh uji dikeringkan dan diukur panjang bagian yang mengelupas
c. Pengujian ketugahan lentur dan modulus elastisitas contoh uji diuji dengan mesin UTM (Universal Testing Machine), setelah diuji datanya dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Perhitungan keteguha lentur :

K1 = Keteguhan lentur (kgf/cm2)
B = Beban (kg)
S = Jarak sangga (cm)
L = Lebar (cm)
T = Tinggi (cm)
Perhitungan modulus elastisitas :

E1 = Modulus elastisitas (kgf/cm2)
S = Jarak sangga (cm)
L = Lebar (cm)
T = Tebal (cm)
= Selisih beban (B1-B2) dalam kg yang diambil dari kurva
= Defleksi yang terjadi (cm) pada selisih beban (B1-B2)

3) Analisis Data
Data pengujian mutu di lab meliputi; dimensi, kadar air, kerapatan, keteguhan rekat (delaminasi), keteguhan lentur dan modulus elastisitas bambu lapis, dihitung rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan standar yang digunakan di pabrik dan standar yang terdapat di beberapa negara.

12. Rencana Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan di Cilegon Propinsi Banten, Semarang Propinsi Jawa Tengah dan Laboratorium Produk Majemuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

15. Daftar Pustaka
Anonim. 2000. Pedoman Penulisan SNI, Pedoman 8 - 2000, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

_______, 2003. Japanese Agrikultural Standard (JAS) for Structural Plywood. The Japan Plywood Inspection Corporation, Tokyo

_______, 2005. Japenese Industrial Standard (JIS) of Common Plywood and its Commentary. The Japan Plywood Industrial Corporation, Tokyo.

_______, 2009. Ekspor Panel Kayu. APKINDO, Jakarta

Bharata. 2007. Mematri, Merekat, Menyusutkan dan Mengempa. Karya Aksara. Jakarta

Djumarman. 2008. Upaya Mendorong Peranan Kayu Karet dalam Rangka Peningkatan Devisa. Lokakarya Pengembangan Kayu Karet. Tanggal 25 Nopember 2008 di Jakarta. Departemen Pertanian, Jakarta

Iskandar, M.I., S. Kliwon dan P. Sutigno. 1994. Sifat Venir dan Kayu Lapis 8 Jenis Kayu dari Sulawesi Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Bogor.

Iskandar, M.I,. 2007. Proses Produksi Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Verifikasi ETPIK. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Kliwon, S., M.I. Iskandar dan P. Sutigno. 1996. Some properties of Bamboo Plywood. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Jenis-Jenis Pohon Serbaguna. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta.

Kliwon, S. 1997. Pembuatan Bambu Lapis dari Bambu Tali (Gigantochloa apus) Buletin Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Sulastiningsih, I.M. dan P. Sutigno. 1994. Some Properties of Bamboo Plywood (Plybamboo) Glued With Urea Formaldhyde. Indonesia Journal of Tropical Agricultural, Bogor.
Suryokusumo, S., dan Nagrohi. 2004. Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Prosiding Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Bogor.

Sutigno, P. 2001. Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Buletin Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

16. Kerangka Kerja Logis

Tabel 5. Kerangka kerja logis penyusunan konsep standar nasional Indonesia bambu lapis

No. Narasi Indikator Cara Verivikasi Asumsi
1 Tujuan :
Menyusun konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis.

Peningkatan produktivitas dan kualitas bambu lapis.
- Laporan Hasil Penelitian
- Konsep Standar Nasional Indonesia
- Diseminasi hasil penelitian mendukung
- Sikap mental dan calon pengguna dapat diubah untuk menerima standar baru
- Sarana dan prasarana mendukung
2 Sasaran :
Tersedianya konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis
Konsep standar
kualitas (mutu) bambu lapis dapat diterima pengguna
- Laporan hasil penelitian
- Laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan
- Publikasi ilmiah
- Contoh produk
- Diseminasi hasil penelitian mendukung
- Sikap mental dan calon pengguna dapat diubah untuk menerima standar baru
- Sarana dan prasarana mendukung
3 Luaran :
Konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis
Konsep standar mutu produk bambu lapis dapat dijadikan SNI.
- Laporan hasil penelitian dan informasi mengenai kualitas produk
- Contoh produk
- Dukungan dana berkesinambungan
- Dana tersedia sesuai jadwal
- Tidak ada kendala teknis di laboratorium dan di industri
- Koordinasi berjalan baik
- Sarana dan prasarana mendukung
4 Kegiatan :
Pembuatan dan pengumpulan data primer dan sekunder bambu lapis
Data dan informasi bambu lapis
UKP, PPTP, RPTP, RKA, ROK, SPJ.
- Peneliti dan teknisi yang diperlukan tersedia
- Anggaran tersedia tepat waktu
- Koordinasi berjalan baik
Read More..