Selamat Datang Blogkami jangan lupa isi buku tamu,tukeran link dan berikan komentar

Bikin Buku Tamu di Blogspot

Pasang Buku tamu (shoutbox/shoutmix/guestbook) sangat penting agar pengunjung blog kita setelah membaca dapat meninggalkan pesan atau meninggal alamat email atau alamat blog, sehingga pengunjung dan pemilik blog dapat berinteraksi dan saling mengunjungi atau berkirim email sebagai silaturahmi dan bertukar pikiran. Oke langsunng aja tanpa basa-basi, kelamaan caranya

1. Anda buka http://www.shoutmix.com. dan ikuti Seperti biasa anda harus daftar terlebih dahulu dengan cara mengklik tulisan Get One noe, free>>, ataupun dengan mengklik tulisan Sign Up, silahkan anda tulis data-data anda pada form yang telah di sediakan.

2. Jika sudah tedaftar, dan di terima jadi anggota shoutmix, silahkan anda login dengan id anda

3. Pada kolom yang berjudul Style, klik menu appearance.

4. Silahkan klik menu pulldown di samping tulisan Load From Preset untuk mengatur tampilan buku tamu anda, silahkan pilih yang sesuai dengan keinginan anda. Jika sudah selesai klik Save Setting.

5. Untuk mendapatkan kode HTML dari shoutbox anda, silahkan klik Use Shoutbox yang berada di bawah menu Quick Start

6. Klik tulisan Place Shoutbox on web page. Isi lebar dan tinggi shoutbox yang di inginkan

7. Copy seluruh kode HTML yang ada pada text area yang berada di bawah tulisan Generated Codes, lalu simpan di program Notepad anda

8. Klik Log out yang berada di atas layar anda untuk keluar dari halaman shoutmix anda. Silahkan close situs tersebut.

9. Selesai



Untuk menempatkan kode HTML shoutbox tadi pada blog anda, silahkan ikuti langkah-langkah berikut ini.

Untuk blogger dengan template klasik :

1. Log in terlebih dahulu ke blogger.com dengan id anda

2. Klik menu Template

3. Klik Edit HTML

4. Paste kode HTML shoutbox anda yang telah di copy pada notepad tadi di tempat yang anda inginkan

5. Untuk jelasnya saya ambil contoh dengan shoubox milik saya, untuk menempatkannya tinggal klik Edit pada browser lalu pilih Find (on this page).. trus tuliskan kata buku tamu lalu klik find, maka kita akan langsung di bawa ke tulisan tersebut. Jika sudah ketemu tulisan tadi silahkan paste kode HTML shoutbox nya.

6. Klik tombol Preview untuk melihat perubahan yang kita buat.

7. Jika sudah cocok dengan perubahan tadi, klik Save Template Changes

8. Selesai


Sedikit tambahan, agar shoutbox anda sesuai dengan ukuran lebar sidebar , anda bisa merubah ukuran lebar ataupun tinggi dari shoutbox , caranya anda tinggal merubah angka Width (untuk lebar) dan Height (untuk tinggi) dari dalam kode HTML shoutbox tersebut.



Untuk Blogger baru :

1. Silahkan Login dengan id anda

2. Klik menu Layout

3. Klik Page Element

4. Klik Add a Page Element

5. Klik tombol Add to Blog yang berada di bawah tulisan HTML/JavaScript

6. Tuliskan judul shoutbox anda pada form title. Contoh : Buku tamu ku, atau my guestbook atau apa saja yang anda suka

7. Copy paste kode HTML shoutbox anda di dalam form Content

8. Klik tombol Save Changes

9. Drag & Drop element yang telah anda buat tadi di tempat yang di sukai

10. Tekan tombol Save

11. Selesai
saya membuat buku tamu mengikuti sumber disini selamat mencoba
Read More..

Sifat Papan Semen

SIFAT PAPAN SEMEN EMPULUR
BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)

I. PENDAHULUAN
Pembuatan papan semen pada penelitian ini, merupakan salah satu upaya untuk menyediakan bahan bangunan selain kayu, dengan menggunakan limbah kelapa sawit berupa empulur batang sebagai bahan bakunya dan semen sebagai perekatnya. Mengingat di dalam bahan baku yang digunakan mengandung zat esktraktif yang dapat menghambat daya rekat dan pengerasan perekat, maka pada penelitian ini dilakukan perlakuan awal berupa perendaman bahan baku untuk melarutkan sebagian zat ekstraktif.
Pada penelitian ini dilakukan perendamana bahan baku dengan menggunakan air dingin (suhu = 22 0C) dengan lama perendaman 1,2 dan 3 hari, serta air panas (suhu = 100 0C) dengan lama perendaman 1,2 dan 3 jam. Untuk memperbaiki perekatan, digunakan semen yang dicampur dengan gipsum dengan perbandingan persentase bobot antara semen dan gipsum sebagai berikut : 90 : 10%, 80 : 20%, 70 : 30%, dan 60 : 40%. Bahan baku berupa empelur batang kelapa sawit yang tertahan pada saringan 40 mesh, dicampur dengan perekat campuran semen gipsum dan air, dibuat menjadi papan semen dengan ukuran panjang x lebar x tebal yaitu : 10 x 10 x 2 cm. pengujian yang dilakukan pada penelitian ini ialah uji hidratasi bagi bahan baku. Bagi papan semen yang diperoleh dilakukan uji kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, absorpsi dan uji keteguhan geser tekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan air dingin menghasilkan kualitas papan semen yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dengan air panas dan lama perendaman 2 hari dengan air dingin memberikan hasil pengujian papan semen yang paling baik. Komposisi perekat dengan persentase bobot 60% semen dan 40% gipsum, merupakan komposisi perekat yang memberikan hasil pengujian papan semen yang paling baik diantara komposisi lain yang diujikan.Kayu merupakan salah satu kebutuhan manusia yang digunakan sebagai bahan bangunan. Kebutuhan kayu Indonesia menurut Anonim (2008) kebutuhan kayu sekitar 30 juta meter kubik pertahun. Kebutuhan kayu ini pada tahun 2009 diperkirakan akan meningkat menjadi 45 juta meter kubik pertahun, padahal kemampuan alam untuk menyediakan kayu tersebut sangatlah terbatas. Disamping itu, adanya isu lingkungan tentang efek rumah kaca akibat penebangan kayu secara berlebihan menyebabkan pasokan kayu untuk bahan bangunan menjadi berkurang.Mengingat terbatasnya pasokan kayu dari hasil hutan, maka perlu dilakukan upaya lain dengan menggunaan bahan baku selain dari hasil hutan, misalnya dari sektor perkebunan dan pertanian. Salah satu usaha ini ialah pembuatan papan semen dengan menggunakan bahan baku yang cukup potensial, yaitu empulur batang kelapa sawit.Perkembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia meningkat dengan pesat. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hingga tahun 2008 mencapai 6.500.000 ha, (Anonim, 2008). pengembangan penanaman kelapa sawit ini akan terus meningkat dengan laju pertambahan antara 150.000 – 200.000 ha per tahunnya (Buanantara, 2008). Seiring dengan perkembangan penanamannya maka limbah kelapa sawit akan meningkat pula. Pada saat ini selain buahnya yang sudah dimanfaatkan, juga tandan tanpa buah digunakan sebagai mulsa di kebun atau dibakar untuk diambil abunya yang akan digunakan sebagai produk.Tandan tanpa buah, sabut kelapa dan empulur batang merupakan limbah padat yang mengandung lignoselulose yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku papan semen.Mengingat didalam bahan baku yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung zat ekstraktif yang dapat menghambat daya rekat dan pengerasan perekat, maka perlu dilakukan perendaman terhadap bahan baku tersebut diatas untuk mengurangi kandungan zat ekstraktifnya (Subiyanto dan Firmanti, 1998). Perlakuan awal yang pernah dilakukan pada penelitian terdahuu ialah merendam bahan baku dalam air dingin, air panas dan larutan NaOH 1% (Hindriani, 1999). Pada penelitian ini dilakukan perlakuan perendaman bahan baku dengan dua jenis larutan, yaitu air dingin dan air panas. Pada penelitian terdahulu, semen digunakan sebagai perekat pada pembuatan papan semen karena mempunyai sifat ketahanan yang baik terhadap serangan jamur, serangga dan api (Masri, 1998). Keunggulan lain perekat semen jika dibandingkan dengan perekat urea formaldehide ialah tidak menimbulkan gas formaldehide (Memed, et. al.1992). Pada penelitian pembuatan papan semen yang telah dilakukan sebelumnya (Hindriani, 1999), diperoleh hasil yang kurang memuaskan pada penampilannya disamping itu, sifat fisik mekanik masih dibawah standar. Hal ini diduga ikatan bahan dengan semen kurang kompak. Untuk memperbaiki hal tersebut diatas telah dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan perekat campuran semen dan gipsum dengan perbandingan 1 : 1. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut secara visual menunjukkan peningkatan, namun sifat fisik dan mekaniknya belum diketahui, untuk itu perlu diteliti lebih lanjut. Dalam penelitian tersebut tampaknya ada beberapa kelemahan antara lain, tidak diketahui berapa campuran optimum maupun kadar maksimum dari gipsum terhadap semen. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan penelitian ini dengan memanfaatkan empulur batang kelapa sawit sebagai bahan baku papan semen dan campuran semen gipsum sebagai perekatnya.
II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : empulur batang kelapa sawit, air, semen portland jenis III, gipsum dan minyak barko.

B. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : termosfles, termometer, tabung reaksi, tempat perendaman, alat penggiling, alat pengayak, desikator, cawan penyaring, alat ekstraksi dan neraca.

C. Metode
1. Persiapan awal
Empulur batang kelapa sawit yang telah kering digiling, diayak dan diambil serbuknya yang tertahan pada saringan yang berukuran 40 mesh. Serbuk empulur kelapa sawit sebagian direndam dalam air dingin selama : 1, 2 dan 3 hari, dan bagian serbuk yang lain direndam dalam air panas selama 1, 2 dan 3 jam. Setelah direndam dalam air dingin dan panas, serbuk dijemur sampai kering.

2. Sifat-sifat yang diuji adalah :
Suhu hidratasi kerapatan, kadar air, pengambangan tebal, absorpi dan keteguhan geser tekan.

3. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dalam acak lengkap. Percobaan ini dilakukan dengan tiga ulangan. Faktor A adalah jenis bahan perendam dengan 2 level (A1, A2), faktor B ialah lama perendaman dengan 4 level (B1, B2, B3, B4), sedangkan faktor C ialah komposisi bahan perekat dengan 5 level (C1, C2, C3, C4, C5).Bila pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati berpengaruh maka dilakukan uji beda Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Suhu Hidratasi
Suhu hidratasi adalah suhu maksimum yang dihasilkan pada semen dan air bereaksi. Sebagai konsekuensi dari proses hidratasi ialah pengerasan dan terbentuknya fase baru, yaitu hidrat. Perubahan dasar dari sifat fisika dan kimia ini merupakan dasar penggunaan akhir dari sifat-sifat semen yaitu kekuatan awal, perkembangan kekuatan, perubahan volume, perkembangan panas, dan ketahanan kimia. (Primananda, 2007).Pengerasan semen dapat terhambat oleh adanya zat ekstraktif yang ditunjukkan dengan terhambatnya pencapaian suhu maksimum dari suhu reaksinya (Taylor dalam Joesoef dan Kasmudjo, 1979). Tingkat penghambatan pengerasan semen yang disebabkan oleh bahan berlignoselulose, merupakan perbedaan waktu atau suhu hidratasi, campuran semen dengan bahan berlignoselulose dibandingkan dengan waktu atau suhu hidratasi semen (Pinion, 1968 dalam Sutigno, et. al, 1977).Menurut Kamil (1970) untuk Indonesia ada 3 katagori yang menggambarkan baik tidaknya pengikatan antara bahan berlignoselulose dengan perekat semen, yaitu bila suhu maksimum diatas 41 ?C maka bahan tersebut dikatakan baik, antara 36 – 41 ?C adalah sedang dan dibawah 36 ?C tidak baik, karena zat ekstraktif pada bahan baku papan semen akan menghambat pencapaian suhu hidratasi maksimum yang lebih tinggi.
dapat diketahui bahwa suhu hidratasi dari empulur batang kelapa sawit tanpa perlakuan perendaman (kontrol) diperoleh hasil berkisar 30 – 34 ?C, mengacu kepada tiga katagori suhu maksimum diatas, maka kisaran suhu maksimum tersebut dikatagorikan tidak baik. Suhu hidratasi dari campuran empulur batang yang mengalami perendaman dengan air dingin berkisar 28 – 39 ?C dan air panas yaitu 29 – 39 ?C. Jika dibandingkan dengan perolehan suhu hidratasi maksimum kontrol maka, perakuan perendaman baik dengan air dingin maupun air panas, akan meningkatkan suhu hidratasi campuran perekat dan empulur batang kelapa sawit dengan ketegori sebagai berikut untuk beberapa komposisi kurang baik yaitu di bawah 36 ?C dan beberapa komposisi lainnya adalah sedang yaitu antara 36 – 41 ?C.Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Hindriani (1999), yang menyetakan bahwa terjadi peningkatan suhu hidratasi dari campuran sabut kelapa sawit yang telah direndam masing-masing dalam air panas dan air dingin dengan perekat semen dan air.Dari nilai suhu hidratasi maksimum pada , masing-masing dimasukkan ke dalam rumus “Pinion” hasilnya disajikan .

diperoleh hasil bahwa faktor penghambat waktu hidratasi pengerasan semen dengan empulur batang yang mengalami perlakuan perendaman masing-masing dengan air dingin dan panas berkisar antara 0 – 75. Sedangkan faktor penghambat suhu hidratasi pengerasan semen berbagai komposisi dengan empulur batang yang telah mengalami perendaman masing-masing dalam air dingin dan panas ialah berkisar 22 – 44. menurut Pinion, (1968) dalam Sutigno, et. al, (1977) faktor penghambat waktu hidratasi dan suhu hidratasi pengerasan semen yang kurang dari 100 termasuk katagori baik, atas dasar ini maka pengerasan perekat semen berbagai komposisi dengan bahan empulur batang yang telah mengalami perlakuan perendaman masing-masing dalam air dingin dan panas, dikatagorikan pengerasan yang baik.
2. Kerapatan
Kerapatan papan semen merupakan suatu ukuran yang menyatakan bobot papan semen per satuan luas. Kerapatan erat hubungannya dengan kekuatan, makin tinggi kerapatan makin tinggi pula kekuatan papan (Anonim, 1976). Semakin tinggi kerapatan lembaran papan akan menyebabkan semakin luas pula kontak antar partikel dengan perekatnya, sehingga akan dihasilkan kekuatan papan yang lebih tinggi pula (Kollman, et. al, 1975).Untuk mengetahui pengaruh perlakuan awal bahan baku berupa perendaman terhadap sifat fisik dan mekanik papan semen yang dihasilkan dihitung sidik ragamnya.
diperoleh fakta bahwa penambahan gipsum pada perekat berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan semen, hal ini ditunjukkan pada faktor C (komposisi perekat) dimana perekat semen tanpa penambahan gipsum berbeda nyata bila dibandingkan dengan penambahan gipsum 10 sampai dengan 40%.

3. Kadar air
Papan semen mengandung air hidrat, air gel, air kapiler dan air permukaan. Air hidrat merupakan air yang terikat pada senyawa hidrat, air gel ialah air yang mengisi pori-pori semen, air kapiler merupakan air yang mengisi pori-pori kapiler yang tersebar di seluruh pasta dan air permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan pasta semen. (Anonim, 2006).Dari hasil pengujian kadar air papan semen diperoleh hasil berkisar antara 2,9 – 10,27%, sedangkan standar kadar air papan semen menurut Standar Nasional Indonesia ialah maksimum 10%, dari hasil uji kadar air pada semuanya memenuhi standar Indonesia.
4. Pengembangan tebal
Pengukuran pengembangan tebal papan semen pada waktu 2 jam dan 24 jam setelah mengalami perendaman dengan air. Air yang mengisi pori-pori semen dan pori-pori kapiler yang tersebar di seluruh pasta akan berpengaruh terhadap nilai pengembangan tebal (Anonim, 2006). Pengembangan tebal berhubungan erat dengan ikatan semen dengan bahan baku, semakin baik ikatannya, semakin kecil pengembangan tebalnya (Sulastiningsih, 1998).Hasil pengukuran pengembangan tebal berkisar antara 0 – 11,44%. Dari data yang diperoleh untuk semua perlakuan, stabilitas dimensi akan meningkat dengan bertambahnya kandungan gipsum pada perekat dan nilai
Read More..

Kayu lapis bermuka cat

KAYU LAPIS BERMUKA CAT
I. PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang
Industri kayu merupakan industri kehutanan yang penting dalam rangka pemanfaatan sumberdaya hutan. Nilai ekspor produk kayu pada tahun 2007 sebesar US $ 5.839 juta atau 50,09% dari nilai ekspor hasil pertanian dan kehutanan atau 11,27% dari seluruh nilai ekspor (Djumarman, 2007). Industri kayu penghasil devisa tersebut antara lain kayu lapis, kayu olahan, pulp, komponen mebel, mebel dan produk kayu lapis bermuka cat.
Beberapa kebijakan pemerintah telah mendorong perkembangan industri kayu dan produk kayu lapis bermuka cat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa mulai tahun 1985 ekspor kayu bundar dilarang, sehingga ekspor kayu lapis, kayu gergajian dan produk kayu lapis bermuka cat meningkat cukup pesat. Pada tahun 1989 keluar peraturan mengenai kenaikan pajak ekspor kayu gergajian sehingga mulai tahun 1990 ekspor kayu gergajian turun sekali tetapi ekspor kayu olahan dan produk kayu lapis bermuka cat terus meningkat.
Disamping terjadi peningkatan jumlah industri juga terjadi peningkatan keragaman (diversifikasi) produk industri baik secara horizontal maupun vertikal atau pengolahan yang lebih hilir (Sutigno, 2001). Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa semula produk kayu lapis bermuka cat belum berkembang di Indonesia, kini produk tersebut telah berkembang dan telah di ekspor. Dalam hal bentuk kayu lapis bermuka cat dapat bervariasi baik ukuran maupun ketebalan (Bharata, 2007).
Dalam rangka pengendalian mutu dan pemasaran produk kayu lapis bermuka cat diperlukan antara lain standar mutu produk kayu lapis bermuka cat yang bersangkutan. Umumnya standar mutu yang digunakan adalah standar dari negara pembeli misalnya Jepang (Japanese Agriculture Standard atau JAS dan Japanese Industrial Standard atau JIS). Terdapat perbedaan proses pengecatan kayu dengan pengecatan kayu lapis bermuka cat. Pengecatan kayu dilakukan dengan cara dilabur dengan kwas atau disemprot dengan alat penyemprot sedangkan pada kayu lapis bermuka cat pengecatannya dilakukan dengan memasukkan kayu lapis ke dalam mesin rol. Selama ini kayu lapis bermuka cat menggunakan jenis cat yang aman bagi pengguna (Anonim, 2007). Perlu dikemukakan bahwa salah satu kebijakan pemerintah adalah membuat Standar Nasional Indonesia sebagai bagian dari sistem Standardisasi Nasional yang dikoordinir oleh Badan Standardisasi Nasional. Standar Mutu produk kayu yang belum ada SNI-nya antara lain kayu lapis bermuka cat.

B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah membuat konsep Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kayu lapis bermuka cat. Sasarannya adalah tersedianya konsep Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kayu lapis bermuka cat.

C. Luaran
Konsep Standar Nasional Indonesia tentang kayu lapis bermuka cat.

D. Hasil yang Telah Dicapai Tahun Sebelumnya
Pada tahun 2005 telah disusun konsep Standar Nasional Indonesia tentang bare core, tahun 2006 telah disusun konsep Standar Nasional Indonesia tentang papan gipsum dan tahun 2007 telah disusun konsep Standar Nasional Indonesia tentang bambu lamina.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun persilangan tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan perekat minimal tiga lapis (Anonim, 2002). Kayu lapis indah adalah jenis kayu lapis yang permukaannya diberi lapisan venir kayu indah yang diperoleh dengan cara penyayatan atau pengupasan (Anonim, 2000). Sedangkan kayu lapis bermuka cat menurut Sulastiningsih, Sutigno dan Iskandar (2007) adalah kayu lapis penggunaan umum yang diolah kembali permukaannya dengan diberi lapisan cat. Penggunaan kayu lapis bermuka cat antara lain untuk langit-langit rumah, papan tulis putih, meja belajar, meja komputer, lemari pakaian, lemari mainan, penyekat dinding, kotak obat dan mainan anak-anak (Sulastiningsih, Sutigno dan Iskandar, 2007).
Kayu lapis bermuka cat menurut Kliwon (2006) adalah kayu lapis penggunaan umum yang lapisan luarnya diberi lapisan cat. Pemberian lapisan cat ada yang satu permukaan saja ada pula kedua permukaannya yaitu lapisan muka dan belakang kayu lapis diberi lapisan cat.
Menurut Anonim (2006) kayu lapis bermuka cat disebut kayu lapis spesial (Specialty Plywood). Kayu lapis spesial adalah produk kayu lapis sekunder yang pada lapisan muka atau belakang dilapisi cat. Menurut Iskandar dan Kliwon (2007) kayu lapis dibedakan menjadi kayu lapis penggunaan umum, kayu lapis indah yang dilapisi dengan venir bercorak indah atau dilapisi kertas bercorak indah. Kayu lapis bermuka film dan kayu lapis bermuka cat.
Selanjutnya Iskandar dan Kliwon (2007) mengemukakan kayu lapis bermuka cat dapat digunakan untuk langit-langit (flapon), lapisan pintu, lemari, meja, kabinet radio, kabinet televisi, kabinet mesin jahit, gitar, mainan anak dan papan tulis.
Menurut Pangestu (2007) yang melakukan pengujian kayu lapis bermuka cat hasilnya sebagai berikut : panjang 244 cm, lebar 122 cm, tebal 3 mm, diagonal 272,8 cm, kadar air 11,5 %, tidak ada yang mengelupas (delaminasi) dan tidak ada yang melepuh, pecah maupun pelunakan.
Menurut Anonim (2008) pabrik yang memproduksi kayu lapis bermuka cat di Indonesia yang masih di produksi ada tiga pabrik yaitu PT Kayu Lapis Indonesia, Semarang. Kapasitas produksinya 25.000 m3 setiap tahunnya. Persyaratan yang dipakai untuk penetapan mutu menggunakan Standar Jepang. PT. Satya Raya Indah Wood Based Panel, Anyer Kapasitas produksinya 15.000 m3 setiap tahunnya. Persyaratan yang di pakai untuk penetapan mutu menggunakan Standar Jepang dan PT Perpekta Nusa Tangerang. Kapasitas produksinya 17.500 m3 setiap tahunnya. Persyaratan yang dipakai untuk penetapan mutu menggunakan Standar pembeli dari Jepang.
III. METODOLOGI
A. Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Kegiatan di lapangan terdiri dari pengumpulan data dan informasi di pabrik kayu lapis bermuka cat yang berlokasi di Semarang Jawa Tengah dan Tangerang, Anyer Banten. Kegiatan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan berupa pembuatan contoh uji dan pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer.

B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu lapis bermuka cat, asam asetat, natrium karbonat, thinner. Sedangkan alat yang digunakan adalah meteran, kaliper, timbangan, oven, gergaji mesin dan penangas.

C. Prosedur Kerja
1. Di lapangan
a. Mengumpulkan data pabrik kayu lapis bermuka cat yang dijadikan sampel meliputi skala / kapasitas produksi dan lain-lain.
b. Mempelajari proses produksi kayu lapis bermuka cat pada beberapa pabrik di Tangerang, Anyer, Banten, Semarang Jawa Tengah.
c. Mempelajari spefisikasi dan pengujian produk kayu lapis bermuka cat.
d. Pengambilan contoh produk kayu lapis bermuka cat buatan pabrik untuk bahan penelitian dan pengujian sebanyak 5 lembar .
e. Pengujian visual meliputi panjang, lebar, tebal, diagonal dan mutu penampilan

2. Di laboratorium
a. Membuat contoh uji produk kayu lapis bermuka cat sebanyak 5 lembar dibuat potongan uji sebanyak 5 buah berukuran 30 cm x 30 cm. Pola pengambilan potongan uji sebagai berikut :

Gambar 1. Pola pengambilan potongan uji kayu lapis bermuka cat

b. Melakukan pengujian sifat produk kayu lapis bermuka cat, yaitu meliputi kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer. Untuk masing-masing sifat yang diuji menggunakan lima ulangan.
Selanjutnya menurut Anonim (2006), cara pengujian kadar air, delaminasi, uji ketahanan terhadap asam, uji ketahanan terhadap basa dan uji ketahanan terhadap pengencer (thinner) adalah sebagai berikut :
a. Pengujian kadar air
- Contoh uji ditimbang, untuk mengetahui berat awal;
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103 + 2) oC;
- Contoh uji ditimbang kembali kemudian dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap (berat kering mutlak).
Kadar air contoh uji dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
- Ba adalah berat awal contoh uji (gram);
- Bk adalah berat kering mutlak contoh uji (gram).
b. Pengujian delaminasi
- Contoh uji direndam dalam air panas pada suhu (70 + 3) oC selama 2 jam;
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (60 + 3) oC selama 3 jam;
- Contoh uji diberikan dan diukur panjang bagian yang mengelupas.
c. Pengujian ketahanan terhadap asam
- Contoh uji diletakkan mendatar, kemudian ditetesi larutan asam asetat 5%;
- Contoh uji ditutup rapat dengan cawan gelas arloji selama + 6 jam;
- Contoh uji dicuci dengan air dan dibiarkan selama + 24 jam di ruangan;
- Contoh uji diamati, apakah ada tanda delaminasi, melepuh, pecah dan pelunakan.
d. Pengujian ketahanan terhadap basa
- Contoh uji diletakkan mendatar, kemudian ditetesi larutan natrium karbonat 1%;
- Contoh uji ditutup rapat dengan cawan gelas arloji selama + 6 jam;
- Contoh uji dicuci dengan air dan dibiarkan selama + 24 jam di ruangan;
- Contoh uji diamati, apakah ada tanda delaminasi, melepuh, pecah dan pelunakan.
e. Pengujian ketahanan terhadap pengencer (thinner)
- Contoh uji diletakkan mendatar, kemudian ditetesi larutan pengencer/thinner;
- Contoh uji ditutup rapat dengan cawan gelas arloji selama + 6 jam;
- Contoh uji dicuci dengan air dan dibiarkan selama + 24 jam di ruangan;
- Contoh uji diamati, apakah ada tanda delaminasi, melepuh, pecah dan pelunakan.

D. Analisis Data
Data pengujian mutu, dimensi, kadar air, uji delaminasi, uji ketahanan terhadap asam, uji ketahanan terhadap basa, dan uji ketahanan terhadap pengencer (thinner) kayu lapis bermuka cat dihitung rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan standar Jepang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengujian mutu penampilan, tebal, panjang, lebar dan diagonal kayu lapis bermuka cat tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengujian visual kayu lapis bermuka cat
No. Sifat Yang Diuji Ulangan Nilai Rata-rata
1 Mutu Penampilan 5 A
2 Tebal (mm) 5 3.0
3 Panjang (mm) 5 2.440
4 Lebar (mm) 5 1.220
5 Diagonal (mm) 5 2.728

Hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer kayu lapis bermuka cat tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, basa dan pengencer kayu lapis bermuka cat
No. Sifat Yang Diuji Ulangan Nilai Rata-rata

(1) (2) (3) (4)
1 Kadar Air (%) 5 11.70
2 Delaminasi (mm) 5 0
3 Ketahanan terhadap asam 5 Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
4 Ketahanan terhadap basa 5 Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
5 Ketahanan terhadap pengencer 5 Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan

Hasil pengujian mutu penampilan, tebal, panjang, lebar, diagonal, kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa, dan ketahanan terhadap pengencer kayu lapis bermuka cat menurut tiga pabrik tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengujian kayu lapis bermuka cat menurut tiga pabrik.
No. Sifat yang Diuji Pabrik
Aa) Bb) Cc)
1 Mutu pnampilan A A A
2 Tebal (mm) 3,1 3,0 3,0
3 Panjang (mm) 2.440 2.441 2.440
4 Lebar (mm) 1.220 1.221 1.220
5 Diagonal (mm) 2.728 2.729 2.728
6 Kadar Air (%) 10.55 10.98 11.57
7 Delaminasi (mm) 0 0 0,5
8 Ketahanan terhadap asam Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
9 Ketahanan terhadap basa Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan
10 Ketahanan terhadap pengencer Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan Tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan

Keterangan :
A = PT. Perpeka Nusa; B = PT. Satya Raya Indah Wood Industries; C = PT. Kayu Lapis Indonesia; a) Sumber: Taufik (2007); b) Sumber : Darman (2008); c) Sumber : Suharja (2008).

B. Pembahasan
Berdasarkan nilai pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa mutu penampilan kayu lapis bermuka cat yang diuji termasuk mutu A menurut standar pembeli dari Jepang, karena tidak ada cacat pada permukaan kayu lapis bermuka cat seperti goresan, perubahan warna dan kotoran yang menempel. Nilai tebal rata-rata 3.0 mm, panjang 2.440 mm, lebar 1.220 mm dan diagonal 2.728 mm. Nilai tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang, memenuhi persyaratan standar karena toleransi untuk tebal + 0.2 mm, panjang + 2 mm, lebar + 3 mm dan diagonal selisih dua diagonal tidak lebih dari 25 mm dari diagonal terpendek. Nilai ini bila dibandingkan dengan hasil pengujian kayu lapis bermuka cat yang dilakukan oleh Taufik (2007), Darman (2008) dan Suharja (2008) hasilnya hampir sama dan sama-sama memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang (Tabel 3).
Berdasarkan hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadapa pengencer kayu lapis bermuka cat yang tercantum pada Tabel 2 nilai rata-rata kadar air 11.70%, delaminasi 0 mm, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer hasil pengujian ketiga sifat tersebut adalah tidak ada yang mengelupas, melepuh pecah dan pelunakan. Hasil pengujian pada Tabel 2 tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang semuanya memenuhi syarat karena kadar air tidak lebih dari 14%, delaminasi kurang dari 25 mm, pengujian ketahanan terhadap asam, basa dan pengencer memenuhi syarat karena tidak ada yang mengelupas, melepuh, pecah dan pelunakan. Menurut Taufik (2007), Darman (2008) dan Suharja (2008) yang menguji kelima sifat kayu lapis bermuka cat yang tercantum pada Tabel 2, hasilnya tidak jauh beda dan sama-sama memenuhi syarat pembeli dari Jepang (Tabel 3).
Berdasarkan data tersebut telah disusun konsep SNI kayu lapis bermuka cat seperti pada lampiran 2. Konsep SNI ini merupakan bagian yang tidak terpisah dengan LHP ini.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengujian mutu penampilan termasuk mutu A.
2. Pengujian tebal, panjang, lebar dan diagonal memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang.
3. Pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang.

B. Saran
Penelitian kayu lapis bermuka cat perlu dilanjutkan untuk menyempurnakan konsep Standar Nasional Indonesia tentang kayu lapis bermuka cat.
Konsep SNI kayu lapis bermuka cat dapat diusulkan melalui Pusltanling Setjen Dephut untuk diproses menjadi SNI.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Kayu Lapis Indah dan Papan Blok Indah. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2025-2000. Jakarta.

. 2002. Kayu Lapis Penggunaan Umum. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2027-2002. Jakarta.

. 2006. Japanese Agricultural Standard for Specialty Plywood. The Japan Plywood Inspection Corporation, Tokyo

______. 2007. Penulisan Standar Nasional Indonesia. Pedoman Standardisasi Nasional. PSN 08:2007. Jakarta.

. 2007. Cara Pengecatan pada Kayu Lapis. PT. Perfecta Nusa, Jakarta.

. 2008. Daftar Industri Kayu Lapis. Asosiasi Produsen Panel Kayu Indonesia, Jakarta.

Bharata. 2007. Mematri, Merekat, Menyusutkan dan Mengempa. Karya Aksara. Jakarta.

Darman. 2008. Kayu Lapis Bermuka Cat. PT. Satya Raya Indah Wood Industries (PT. SRIWI), Anyer Serang.

Djumarman. 2008. Upaya mendorong peranan kayu karet dalam rangka peningkatan devisa. Lokakarya Pengembangan Kayu Karet. Departemen Pertanian, Jakarta.

Iskandar, M. I. dan S. Kliwon. 2007. Proses Produksi Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Verifikasi Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Kliwon. S. 2006. Proses Pembuatan Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Penguji Kayu Lapis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Pangestu. F. 2007. Hasil Pengujian kayu Lapis Bermuka Cat. PT White Rose Papan Indah, Bekasi.

Sulastiningsih, I.M, P. Sutigno dan M.I. Iskandar. 2007. Proses Pembuatan Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Penguji Kayu Lapis Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasi Hutan, Bogor.

Suharja. 2008. Pengujian Kayu Lapis Bermuka Cat. PT. Kayu Lapis Indonesia, Semarang.

Sutigno, P. 2001. Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Buletin Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Taufik. 2007. Hasil Uji Kayu Lapis, Papan Blok dan Kayu Lapis yang Dilapisi Cat. PT. Perpekta Nusa, Tangerang.
Read More..

Jenis Kayu untuk Venir

JENS-JENIS KAYU SEBAGAI BAHAN VENIR

1. NYATOH PUTIH
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu nyatoh putih dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.
KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu nyatoh putih dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

2. HURU GADING
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu huru gading dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu huru gading dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

3. KISAMPANG
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kisampang dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kisampang dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


4. KILUBANG

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kilubang dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 91o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kilubang dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

5. KIBANCET
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kibancet dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kibancet dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

6. KIBULU
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kibulu dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kibulu dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


7. KI KUYA

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu ki kuya dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu ki kuya dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

8. KIHANTAP
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kihantap dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o 301 untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kihantap dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

9. MARASI
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu marasi dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu marasi dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


10. ASAM JAWA

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu asam jawa dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu asam jawa dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

11. BALOBO
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu balobo dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 89o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu balobo dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

12. KUNDANG
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu kundang dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 91o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu kundang dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.


13. KI KENDAL

VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu ki Kendal dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 89o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu ki Kendal dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

14. WARU GUNUNG
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu waru gunung dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 90o 301 untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu waru gunung dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.

15. HURU MENTEK
VENIR DAN KAYU LAPIS
VENIR
Kayu huru mentek dapat dibuat venir dengan hasil baik tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92o untuk tebal venir 1,5 mm.

KAYU LAPIS
Perekatan venir kayu huru mentek dengan urea formaldehida cair menghasilkan kayu lapis tahan air yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-5008.2-2000, Jepang (JAS) No. JPIC-EW.SE03-01.2003 dan Jerman (DIN) No. 68705.
Read More..

Bambu Lapis


BAMBU LAPIS
1. Pendahuluan
Dalam rangka pengendalian mutu dan pemasaran produk bambu lapis diperlukan standar mutu. Saat ini produk bambu lapis belum mempunyai standar mutu (SNI). Untuk penyusunan standar tersebut diperlukan beberapa tahap kegiatan penelitian. Mempelajari standar dari beberapa negara, membuat perbandingan persyaratan produk bambu tersebut berdasarkan beberapa standar, mengumpulkan data primer dan sekunder di pabrik, menguji mutu produk kayu tersebut di laboratorium dan menyusun konsep Standar Nasional Indonesia (RSNI) bambu lapis. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis. Metode yang dipakai adalah mempelajari proses produksi, pengujian visual, membuat contoh uji, dan melakukan pengujian sifat fisis dan mekanis bambu lapis.

Kata kunci : standar mutu, bambu lapis, SNI, RSNI, sifat fisis dan mekanis.

2. Latar belakang
Industri kayu dan bambu merupakan industri kehutanan yang penting dalam rangka pemanfaatan sumberdaya hutan. Nilai ekspor produk kayu dan bambu pada tahun 2006 sebesar US $ 5.839 juta atau 50,09% dari nilai ekspor hasil pertanian dan kehutanan atau 11,27% dari seluruh nilai ekspor (Djumarman, 2008). Industri kayu dan bambu penghasil devisa tersebut antara lain kayu lapis, kayu olahan, pulp, komponen mebel, mebel dan produk bambu lapis.
Beberapa kebijakan pemerintah telah mendorong perkembangan industri kayu dan bambu. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa mulai tahun 1985 ekspor kayu bundar dilarang, sehingga ekspor kayu lapis, kayu gergajian dan produk bambu lapis meningkat cukup pesat. Pada tahun 1989 keluar peraturan mengenai kenaikan pajak ekspor kayu gergajian sehingga mulai tahun 1990 ekspor kayu gergajian turun sekali tetapi ekspor kayu olahan dan produk bambu lapis terus meningkat.
Disamping terjadi peningkatan jumlah industri juga terjadi peningkatan keragaman (diversifikasi) produk industri baik secara horizontal maupun vertikal atau pengolahan yang lebih hilir (Sutigno, 2001). Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa semula produk bambu lapis belum berkembang di Indonesia, kini produk tersebut telah berkembang dan telah di ekspor. Jumlah industri bambu lapis sampai tahun 2008 ada 5 industri dengan produksi 22.400 m3 setiap tahunnya, semua produknya di ekspor ke Jepang dan Amerika dengan nilai ekspor US $ 28 juta (Anonim, 2009). Dalam hal bentuk bambu lapis dapat bervariasi baik ukuran maupun ketebalan (Bharata, 2007).
Dalam rangka pengendalian mutu dan pemasaran produk bambu lapis diperlukan antara lain standar mutu produk bambu lapis yang bersangkutan. Umumnya standar mutu yang digunakan adalah standar dari negara pembeli misalnya Jepang (Japanese Agriculture Standard atau JAS dan Japanese Industrial Standard atau JIS). Parameter yang dipakai untuk menentukan mutu bambu lapis yaitu mutu penampilan, panjang, lebar, tebal, diagonal, kadar air, keteguhan rekat (Delaminasi), keteguhan lentur dan mudulus elastisitas. Syarat mutu I, II, III, dan IV yaitu :
Sementara itu, Indonesia berusaha pula membuat Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk bambu lapis.
Perlu dikemukakan bahwa salah satu kebijakan pemerintah adalah membuat Standar Nasional Indonesia sebagai bagian dari sistem Standardisasi Nasional yang dikoordinir oleh Badan Standardisasi Nasional. Standar Mutu produk bambu yang belum ada SNI-nya antara lain bambu lapis.

3. Hasil yang Telah Dicapai
Pada tahun 2005 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang bare core, tahun 2006 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang papan gipsum, tahun 2007 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang bambu lamina dan tahun 2008 telah disusun Konsep Standar Nasional Indonesia tentang kayu lapis bermuka cat.

4. Tinjauan Pustaka
Bambu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun persilangan tegak lurus lembaran bambu/bilah/pelupuh yang diikat dengan perekat dan dikempa minimal tiga lapis (Kliwon, et al., 1996). Menurut Kliwon (1997) yang meneliti bambu lapis mengemukakan sifat fisis dan mekanis bambu lapis adalah sebagai berikut : Tebal bambu lapis berkisar antara 11,78 mm hingga 12,44 mm dengan tebal rata-rata 12,06 mm. Kadar air bambu lapis berkisar antara 9,06% hingga 12,36% dengan kadar air rata-rata 10,66%. Kerapatan bambu lapis bekisar antara 0,62 g/cm3 hingga 0,74 g/cm3 dengan kerapatan rata-rata 0,67 g/cm3. Kadar air bambu lapis yang dibuat ternyata memenuhi standar Jepang (JAS) karena tidak lebih dari 14%. Kerapatan bambu lapis yang terbuat dari bilah bambu seluruhnya (0,72g/cm3) lebih besar daripada kerapatan bambu lapis kombinasi dengan venir kayu meranti merah (0,63g/cm3). Hal ini disebabkan berat jenis bambu adalah 0,65 (Suryokusumo, 2004), sedangkan berat jenis kayu meranti merah adalah 0,47 (Iskandar, et al, 1994). Apabila dibandingkan dengan kerapatan bambu lapis menggunakan pelupuh bambu tali yang diteliti oleh Kliwon et al, (1996) yaitu 0,64g/cm3 dan bambu lapis yang dibuat dari sayatan bambu tali yang diteliti oleh Sulastiningsih dan Sutigno (1994) yaitu 0,81 g/cm3 maka kerapatan bambu lapis yang diteliti (0,72g/cm3) berada di antara keduanya.
Keteguhan rekat bambu lapis dengan cara pengujian delaminasi memenuhi syarat Standar Jepang karena kurang daripada 2,50 cm yaitu 0 cm (tidak terjadi delaminasi). Hal ini berarti memenuhi syarat tipe II, yaitu tahan terhadap kelembaban tinggi.
Keteguhan lentur bambu lapis sejajar serat permukaan (modulus patah) berkisar antara 349,91 kg/cm2 hingga 729,92 kg/cm2 dengan rata-rata 525,25 kg/cm2. Bila dibandingkan dengan standar Jepang maka keteguhan lentur tersebut memenuhi syarat karena nilainya lebih besar daripada 260 kg/cm2 (kayu lapis struktural). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa modulus patah bambu lapis dan sayatan (Sulastiningsih dan Sutigno, 1994) adalah 1022,48 kg/cm2 (4 lapis) dan 1324,72 kg/cm2 (5 lapis). Modulus patah bambu lapis dari pelupuh (Kliwon, et al., 1996) ada diantara 247,35 kg/cm2 dan 341 kg/cm2 dengan rata-rata 294,18 kg/cm2. Dengan demikian hasil penelitian ini ada diantara kedua hasil penelitian tersebut. Keadaan ini sama dengan data kerapatan bambu lapis, jenis pengawetan dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan lentur bambu lapis. Penggunaan bambu lapis antara lain untuk rangka balok I, dinding, lantai, pintu, lemari, meja, kursi, dan peti kemas (Iskandar, 2007).

5. Rumusan Masalah
Sampai saat ini SNI untuk bambu lapis belum tersedia. Sementara itu produk tersebut telah diproduksi di Indonesia dan sudah diekspor yang dalam pengendalian mutunya masih menggunakan standar pembeli. Mengingat hal itu perlu disusun konsep SNI produk tersebut.

6. Hipotesis
Persyaratan mutu standar bambu lapis yang disusun mampu memenuhi kebutuhan produsen (fabrikan) dan konsumen.

7. Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini adalah membuat Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tentang bambu lapis. Sasarannya adalah tersedianya Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tentang bambu lapis.
8. Luaran
Konsep Standar Nasional Indonesia tentang bambu lapis yang meliputi kerangka pokok persyaratan kualitas, cara uji, klasifikasi mutu dan penandaan.

9. Ruang Lingkup
Kegiatan ini mencakup kegiatan lapangan dan laboratorium. Kegiatan lapangan, antara lain meliputi pengumpulan data primer dan sekunder di pabrik bambu lapis. Kegiatan di laboratorium meliputi pengujian mutu produk contoh bambu lapis yang dilakukan di laboratorium produk majemuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

10. Metodologi
a. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bambu, bambu lapis dan perekat, sedangkan alat yang digunakan adalah meteran, kaliper, timbangan, oven, gergaji mesin dan penangas.
b. Prosedur Kerja
1) Di lapangan
a) Menginventarisasi pabrik bambu lapis, meliputi skala, kapasitas produksi, dan macam produk.
b) Mempelajari prasyarat kualitas, cara uji dan klasifikasi mutu untuk produk utama bambu lapis yang di produksi oleh pabrik di Cilegon Banten dan Semarang Jawa Tengah.
c) Mempelajari proses produksi bambu lapis.
d) Pengambilan contoh produk bambu lapis buatan pabrik untuk bahan penelitian dan pengujian, sebanyak 5 lembar.
e) Pengujian visual meliputi; panjang, lebar, diagonal dan mutu penampilan.
2) Di laboratorium
a) Membuat contoh uji bambu lapis.
Dari setiap lembar bambu lapis dibuat 5 buah potongan uji yang tersebar merata menurut garis diagonal dalam ukuran 300 mm x 300 mm
Dari setiap potongan uji dibuat contoh uji kadar air dengan ukuran 100 mm x 100 mm, keteguhan rekat (delaminasi) dengan ukuran 75 mm x 75 mm, keteguhan lentur dan modulus elastisaitas dengan ukuran panjang 24 x Tebal + 50 ml, lebar 25 ml. Sehingga setiap lembar bambu lapis terdapat 5 buah contoh uji kadar air, keteguhan rekat delaminasi, keguhan lentur dan modulus elastisitas.
b) Melakukan pengujian sifat fisis dan mekanis contoh uji bambu lapis meliputi; kadar air, keteguhan rekat (delaminasi), keteguhan lentur dan modulus elastisitas. Selanjutnya menurut Anonim 2003 cara pengujian kadar air, delaminasi, keteguhan lentur dan medulus elastisitas adalah sebagai berikut :
a. Pengujian kadar air
- Contoh uji ditimbang, untuk mengetahui berat awal
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu ( 130±2) oC;
- Contoh uji ditimbang kembali kemudia dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap (berat kering mutlak)
Kadar air contoh uji dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air (%) =
Ketarangan :
- Ba adalah barat awal contoh uji (gram);
- Bk adalah berat kering mutlak contoh uji (gram)
b. Penguji delaminasi
- Contoh uji direndam dalam air panas pada suhu (70 ± 3)oC selama 2 jam;
- Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (60 ± 3)oC selama 3 jam;
- Dontoh uji dikeringkan dan diukur panjang bagian yang mengelupas
c. Pengujian ketugahan lentur dan modulus elastisitas contoh uji diuji dengan mesin UTM (Universal Testing Machine), setelah diuji datanya dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Perhitungan keteguha lentur :

K1 = Keteguhan lentur (kgf/cm2)
B = Beban (kg)
S = Jarak sangga (cm)
L = Lebar (cm)
T = Tinggi (cm)
Perhitungan modulus elastisitas :

E1 = Modulus elastisitas (kgf/cm2)
S = Jarak sangga (cm)
L = Lebar (cm)
T = Tebal (cm)
= Selisih beban (B1-B2) dalam kg yang diambil dari kurva
= Defleksi yang terjadi (cm) pada selisih beban (B1-B2)

3) Analisis Data
Data pengujian mutu di lab meliputi; dimensi, kadar air, kerapatan, keteguhan rekat (delaminasi), keteguhan lentur dan modulus elastisitas bambu lapis, dihitung rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan standar yang digunakan di pabrik dan standar yang terdapat di beberapa negara.

12. Rencana Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan di Cilegon Propinsi Banten, Semarang Propinsi Jawa Tengah dan Laboratorium Produk Majemuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

15. Daftar Pustaka
Anonim. 2000. Pedoman Penulisan SNI, Pedoman 8 - 2000, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

_______, 2003. Japanese Agrikultural Standard (JAS) for Structural Plywood. The Japan Plywood Inspection Corporation, Tokyo

_______, 2005. Japenese Industrial Standard (JIS) of Common Plywood and its Commentary. The Japan Plywood Industrial Corporation, Tokyo.

_______, 2009. Ekspor Panel Kayu. APKINDO, Jakarta

Bharata. 2007. Mematri, Merekat, Menyusutkan dan Mengempa. Karya Aksara. Jakarta

Djumarman. 2008. Upaya Mendorong Peranan Kayu Karet dalam Rangka Peningkatan Devisa. Lokakarya Pengembangan Kayu Karet. Tanggal 25 Nopember 2008 di Jakarta. Departemen Pertanian, Jakarta

Iskandar, M.I., S. Kliwon dan P. Sutigno. 1994. Sifat Venir dan Kayu Lapis 8 Jenis Kayu dari Sulawesi Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Bogor.

Iskandar, M.I,. 2007. Proses Produksi Kayu Lapis. Diktat Pelatihan Verifikasi ETPIK. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Kliwon, S., M.I. Iskandar dan P. Sutigno. 1996. Some properties of Bamboo Plywood. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Jenis-Jenis Pohon Serbaguna. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta.

Kliwon, S. 1997. Pembuatan Bambu Lapis dari Bambu Tali (Gigantochloa apus) Buletin Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Sulastiningsih, I.M. dan P. Sutigno. 1994. Some Properties of Bamboo Plywood (Plybamboo) Glued With Urea Formaldhyde. Indonesia Journal of Tropical Agricultural, Bogor.
Suryokusumo, S., dan Nagrohi. 2004. Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Prosiding Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Bogor.

Sutigno, P. 2001. Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Buletin Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

16. Kerangka Kerja Logis

Tabel 5. Kerangka kerja logis penyusunan konsep standar nasional Indonesia bambu lapis

No. Narasi Indikator Cara Verivikasi Asumsi
1 Tujuan :
Menyusun konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis.

Peningkatan produktivitas dan kualitas bambu lapis.
- Laporan Hasil Penelitian
- Konsep Standar Nasional Indonesia
- Diseminasi hasil penelitian mendukung
- Sikap mental dan calon pengguna dapat diubah untuk menerima standar baru
- Sarana dan prasarana mendukung
2 Sasaran :
Tersedianya konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis
Konsep standar
kualitas (mutu) bambu lapis dapat diterima pengguna
- Laporan hasil penelitian
- Laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan
- Publikasi ilmiah
- Contoh produk
- Diseminasi hasil penelitian mendukung
- Sikap mental dan calon pengguna dapat diubah untuk menerima standar baru
- Sarana dan prasarana mendukung
3 Luaran :
Konsep Standar Nasional Indonesia bambu lapis
Konsep standar mutu produk bambu lapis dapat dijadikan SNI.
- Laporan hasil penelitian dan informasi mengenai kualitas produk
- Contoh produk
- Dukungan dana berkesinambungan
- Dana tersedia sesuai jadwal
- Tidak ada kendala teknis di laboratorium dan di industri
- Koordinasi berjalan baik
- Sarana dan prasarana mendukung
4 Kegiatan :
Pembuatan dan pengumpulan data primer dan sekunder bambu lapis
Data dan informasi bambu lapis
UKP, PPTP, RPTP, RKA, ROK, SPJ.
- Peneliti dan teknisi yang diperlukan tersedia
- Anggaran tersedia tepat waktu
- Koordinasi berjalan baik
Read More..

PENGUJIAN ROTAN

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka melindungi hak-hak negara akan hasil hutan dan kelestarian hutan maka terhadap semua hasil hutan yang berasal dari hutan negara wajib dilakukan pengukuran dan pengujian dan terhadap hasil hutan yang berasal dari hutan hak/milik dilakukan pengukuran dan penetapan jenis oleh petugas yang berwenang.Kegiatan pengujian rotan meliputi penetapan jenis, penetapan dan pengukuran sortimen rotan, dan penetapan kualita/mutu. Untuk dapat melaksanakan pengujian , seseorang harus memahami dahulu tentang jenis rotan, pengukuran rotan dan cacat rotan.
Berdasarkan pemahaman tersebut, dengan berpegang pada pedoman kualita maka mutu rotan dapat ditetapkan.Pedoman kualita/mutu untuk tujuan pembelajaran ini adalah Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Nomor 204/Kpts/DJ/1980 tentang Peraturan Pengujian Rotan Bulat Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3526-1994 tentang Mutu Rota Bulat, SNI 01-3575-1994 tentang Mutu Rotan Asalan, SNI 01-1831-1990 tentang Rotan Iratan Hati Berbentuk Bulat, dan SNI 01- tentang Mutu Rotan Iratan Kulit

Maksud dan Tujuan
Maksud mempelajari pengujian rotan Indonesia adalah untuk mengetahui persyaratan mutu dan jenis cacat paling berat yang terdapat pada rotan untuk setiap sortimen dan kualita.
Tujuannya adalah agar dapat menetapkan mutu/kualita rotan rimba untuk setiap sortimen dan kualita berdasarkan persyaratan mutu yang telah ada.

B. Pengertian
1. Istilah-istilah yang digunakan pada pengujian Rotan Asalan :
1.1. Alur kulit, adalah lekukan kearah memanjang pada batang rotan.
1.2. Cacat, adalah setiap kelainan pada rotan yang mempengaruhi mutu.
1.3. Cacat berat, adalah cacat yang terdiri dari keriput, lapuk, kulit mengelupas, (kecuali pada Rotan Umbulu), mata pecah, pecah dan patah.
1.4. Cacat ringan, adalah cacat yang terdiri dari alur kulit, lubang gerek kecil, kulit mengelupas (khusus Rotan Umbulu), retak kulit, kulit tergores, parut buaya dan jamur pewarna.
1.5. Jamur pewarna, adalah jamur yang menyebabkan perubahan warna/ noda pada permukaan rotan.
1.6. Keriput, adalah pengerutan pada permukaan rotan sebagai akibat dari panen muda.
1.7. Kulit mengelupas, adalah keadaan kulit rotan yang lepas disebabkan oleh faktor genetik (pada Rotan Umbulu) dan dipanen pada usia muda.
1.8. Kulit tergores, adalah goresan pada permukaan rotan.
1.9. Lapuk adalah kerusakan jaringan rotan yang disebabkan oleh serangan jamur pelapuk.
1.10. Lubang gerek, adalah lubang pada batang rotan yang disebabkan oleh serangan serangga penggerek.
1.11. Masak tebang, adalah umur rotan yang siap ditebang dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Daun dan pelepah sudah mulai rontok sampai ketinggian tertentu sesuai jenisnya.
b. Duri sudah menghitam dan sebagian besar sudah rontok.
1.12. Mata Pecah, adalah luka besar berwarna hitam pada batang rotan akibat dari serangan cacing perusak.
1.13. Mutu, adalah kemampuan kegunaan rotan untuk tujuan tertentu berdasarkan karakteristik yang dimilikinya.
1.14. Patah, adalah terputusnya serat kulit dan atau rotan kearah melintang batang.
1.15. Parut buaya, adalah bekas luka melintang berwarna hitam pada batang rotan akibat lipatan pada waktu masih basah yang terlambat diluruskan kembali.
1.16. Pecah, adalah terpisahnya serat kulit dan hati rotan kearah membujur.
1.17. Pembersihan, adalah proses pembuangan pelepah, duri, daun dan kotoran.
1.18. Peruntian, adalah proses pembuangan selaput silika.
1.19. Rotan berdiameter besar, adalah rotan asalan dengan diameter 18 mm atau lebih.
1.20. Rotan berdiameter kecil, adalah rotan asalan dengan diameter lebih kecil dari 18 mm.
1.21. Sortimen, adalah golongan rotan asalan menurut kelas diameter.
2. Istilah-istilah yang digunakan pada pengujian Rotan Bulat :
2.1. Busuk, adalah keadaan membusuknya rotan sebagai akibat dari kerusakan total dari seluruh jaringan sel rotan.


2.2. Cacat berat, adalah kelainan yang pengaruhnya relative lebih besar terhadap mutu rotan, terdiri dari mata pecah, keriput, pecah ujung, pecah tengah, pecah buku, alur kulit busuk, lapuk, patah, kulit mengelupas (selain Rotan Umbulu) dan bontos (tidak siku).
2.3. Cacat ringan, adalah kelainan yang pengaruhnya relative lebih kecil terhadap mutu rotan terdiri dari mata pecah, keriput, pecah ujung, pecah tengah, pecah buku, alur kulit busuk, lapuk, patah, kulit mengelupas (selain Rotan Umbulu), pecah kulit, bekas mata pecah, gosong, kulit tergores, cerah tidak merata.
2.4. Cerah, adalah kesan cahaya yang dipantulkan oleh rotan yang disebabkan oleh kilapan kebersihan dan kehalusannya.
2.5. Diameter, adalah diameter dari batang sortimen rotan bulat, diperoleh dengan cara mengukur pada ruas yang terletak di tengah batang.
2.6. Lulus uji, adalah apabila hasil pemeriksaan pengujian terhadap contoh uji terdapat kesalahan sesuai dengan toleransi maksimum yang diperkenankan.
2.7. Panjang, adalah dimensi memanjang dari sortimen rotan bulat, diperoleh dengan cara mengukur jarak terpendek dari kedua bontos rotan.
2.8. Pecah kulit, adalah goresan/ pecahan kecil pada kulit rotan.
2.9. Pembersihan, adalah proses pembuangan daun, pelepah duri, selaput silika, dan kotoran yang melekat pada rotan.
2.10. Pencucian, adalah proses pembersihan lanjutan dengan air, termasuk di dalamnya penggorengan dengan minyak.
2.11. Pengawetan, adalah proses fumigasi dengan asap belerang dan penambahan zat kimia (insektisida dan fungisida).
2.12. Rotan bulat pendek, adalah batangan rotan bulat W & S dengan panjang kurang dari 1 (satu) meter.
2.13. Rotan bulat kupasan (rotan poles halus), adalah hasil pengupasan kulit ari rotan W & S sepanjang batang sebagai upaya peningkatan mutu ditandai dengan batangan tanpa kulit terpoles halus epanjang batang.
2.14. Rotan kikis buku (rotan poles kasar), adalah hasil pengikisan buku rotan bulat W & S sedemikian rupa, sehingga ketebalan bukunya sama dengan ketebalan ruas yang dihubungkannya.
2.15. Salah warna, adalah perubahan warna pada rotan akibat serangan jamur biru.
2.16. Serat lepas, adalah pemunculan ujung serat yang terjadi pada proses pengolahan rotan.
2.17. Warna dasar, adalah warna asli rotan setelah melalui proses pencucian dan pengawetan dengan asap belerang.

3. Lambang dan Singkatan
3.1. - = tidak dibatasi
3.2. x = tidak diperkenankan
3.3. % = prosentase
3.4. > = lebih
3.5. > = sama dengan atau lebih
3.6. < = kurang 3.7. < = sama dengan atau kurang 3.8. P = mutu pertama 3.9. D = mutu kedua 3.10. T = mutu ketiga 3.11. M = mutu keempat 3.12. mm = milimeter 3.13. m = meter 3.14. s/d = sampai dengan 3.15. pj = panjang rotan 3.16. W & S = Washed end Sulphurized 3.17. Kg = Kilogram II. PERATURAN PENGUJIAN ROTAN INDONESIA Peraturan pengujian rotan Indonesia yang telah ada terdiri dari persyaratan mutu baik yang telah ditetapkan oleh Departemen Teknis ( mandatory) maupun masih dalam bentuk konsensus ( voluntary ). Persyaratan dimaksud meliputi : 1. Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Nomor 204/Kpts/DJ/1980 tentang Peraturan Pengujian Rotan Bulat Indonesia 2. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3526-1994 tentang Mutu Rota Bulat 3. SNI 01-3575-1994 tentang Mutu Rotan Asalan 4. SNI 01-1831-1990 tentang Rotan Iratan Hati Berbentuk Bulat 5. SNI 01-01-1832-1990 tentang Rotan Iratan Kulit Dari kelima persyaratan mutu di atas baru Nomor 1 yang berupa mandatory dan materinya telah dilakukan konsensus menjadi persyaratan pada Nomor 2 dan 3 dan sedang dalam rancangan / draf untuk menjadi Peraturan Direktoraj Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Sedangkan Persyaratan yang terdapat pada Nomor 4 dan 5 untuk rotan iratan kulit dan hati masih menjadi pemikiran apakah masuk dalam Kehutanan atau Perindustrian dan Perdagangan. Namun demikian dalam Diklat Pengawas Penguji Rotan Indonesia akan dibahas walaupun tidak sampai pengujian Kekuatan Tarik. III. PERSYARATAN MUTU ROTAN A. Rotan Bulat Sortimen yang termasuk dalam Rotan Bulat berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Nomor 204/Kpts/DJ/1980 adalah batang rotan yang merupakan bahan baku untuk pembuatan barang barang dari rotan terdiri dari : Rotan Manau, R. Tohiti, R. Semambu, R. Sega, R. Jahab, R. Jahab, dan R. Koobo. Sedangkan menurut SNI 01-3526-1994 adalah batangan rotan yang telah dibersihkan dan sudah mengalami proses 1. Mutu Menurut Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Rotan Bulat dibagi dalam 3 kualita, yaitu : a. Kualita Utama, dengan tanda kualita P pada bundel dan dokumen b. Kualita Satu, dengan tanda kualita I pada bundel dan dokumen c. Kualita Dua, dengan tanda kualita II pada bundel dan dokumen Syarat Mutu a. Rotan Bulat Diameter Besar 1) Rotan Manau ( Natural Manau Cane ) Karakteristik P I II Ukuran pj > 2,70 m pj > 2,70 m pj > 2,70 m
Batang Diluruskan
Keras Diluruskan
Keras Sedikit bengkok
Kurang keras
Warna Cerah merata Kurang cerah, tapi merata Tak Cerah tak merata
Cacat Bercak htm akibat cendawan (x)
Lgk (x)
MP pada ruas <> 2,70 m
I pj > 2,70 m
II pj > 2,70 m
Batang
P Diluruskan keras
I Diluruskan keras
II sedikit bengkok kurang keras
warna
P cerah merata
I kurang cerah tapi merata
II tak cerah tak merata
Kekerasan ( - ) Silindris Diluruskan
Kekerasan ( - )
Warna Putih mulus/ kecoklatan Coklat / kelabu
Cacat Bercak kelabu (x)
Lgk (x)
MP <> 2 m
ø > 17 mm pj > 2 m
ø > 17 mm pj ( - )
ø ( - )
Batang Keras/elastis Keras/elastis Keras/elastis
Warna Coklat tua merata selu ruh batang Kehitam-2an tak merata se
luruh btg Bercak kehitam- an tidak merata seluruh batang
Cacat

6). Rotan Batang

Karakteristik P I II
Ukuran pj > 2,70 m
ø ( - ) pj > 2,70 m
ø ( - ) pj > 2,70 m
ø ( - )
Batang Kekeras ( - ) Kekeras ( - ) Kekeras ( - )
Warna Kuning langsat merata Coklat tua merata seluruh batang Coklat tua tidak merata seluruh batang
Cacat

b. Rotan Diameter Kecil

1). Rotan Sega

Karakteristik P I II
Ukuran pj > 3,25 m
ø <> 3,25 m
ø <> 3,25 m
ø ( - )
Batang Keras/elastis Setengah keras Kekeras ( - )
Ruas P > 25 Cm
Perbedaan pangkal- ujg sepanjang 3 m <> 4 mm pj ( - )
ø > 4 mm pj ( - )
ø > 4 mm
Batang Keras/elastis Setengah keras Kekeras ( - )
Ruas P > 15 Cm
Tebal ( - ) Panjang ( - )
Tebal ( - ) Panjang ( - )
Tebal ( - )
Warna Kurang cerah tidak merata

3). Rotan Kooboo

Karakteristik P I II
Ukuran pj ( - )
ø > 4 mm pj ( - )
ø > 4 mm pj ( - )
ø > 4 mm
Batang Keras/elastis Setengah keras Kekeras ( - )
Ruas P > 3 Cm P > 3 Cm Panjang ( - )
Warna Cerah merata seluruh btg ( - ) Coklat tua tidak merata seluruh batang
Cacat Bintik-2 hitam ( x ) Bintik-2 hitam ( - ) Bintik-2 hitam ( - )


2. Berdasarkan SNI 01-3526-1994

Rotan bulat dikelompokkan menjadi Rotan Bulat W&S, Kikis Buku, Rotan Kupasan ( Poles Halus ) dan kelompok Rotan Bulat Pendek.
Mutu / kualita dari rotan bulat dibedakan menjadi 4 (empat ) kelas mutu yaitu :
a. Kualita Utama, dengan tanda kualita P pada bundel dan dokumen
b. Kualita Satu, dengan tanda kualita I pada bundel dan dokumen
c. Kualita Dua, dengan tanda kualita II pada bundel dan dokumen
d. Kualita Tiga, dengan tanda kualita III pada bundel dan dokumen

Syarat Mutu
a. Syarat Umum
1). Batang
a). Lurus
b). Elastis dan keras
c). Panjang ruas, bentuk buku dan arah buku menurut karakteristik jenis rotan
d). Bontos dipotong siku
2). Warna
Warna dasar menurut karakteristik jenis rotan
3). Diameter
Menurut karakteristik jenis rotan
b. Syarat Khusus
1). Rotan Bulat W&S, Kikis Buku, Rotan Kupasan ( Poles Halus )
Karakteristik P I II III
Panjang > 2,70 m > 2,70 m > 2,70 m > 2,70 m
Cacat :
-Cacat Ringan
-Mata Pecah
(Manau & Batang)
-Cacat Berat
<> 50 % pj
> 10 % pj
<> 50 % pj
> 10 % pj
<> 2,50 m > 2,50 m > 2,50 m > 1,00 m
Cacat :
-Cacat Ringan
-Mata Pecah

-Cacat Berat
<> 50 % pj
> 10 % pj
<> 4,00 m > 4,00 m > 4,00 m > 3,00 m
Cacat :
-Cacat Ringan
-Cacat Berat
<> 50 % pj
<> 20 Cm > 20 Cm > 10 Cm > 10 Cm
6. Beban tarik minimal per helai Sesuai Tabel Sesuai Tabel Sesuai Tabel Sesuai Tabel

6.Rotan Iratan Hati Berbentuk Bulat
Rotan iratan hati berbentuk bulat didefinisikan sebagai hasil proses pengiratan bagian hati berbentuk bulat dengan garis tengan dan panjang tertentu.
Mutu rotan iratan hati berbentuk bulat dibagi kedalam empat kelas, yaitu mutu A1, A2, B dan C.
Adapun peryaratan mutu untuk masing-masing kelas adalah sebagai berikut :
No Karakeristik A1 A2 B C
1. Warna Putih Putih ke-kuni2ngan Putih coklat /Putih abu2 Coklat / abu2
2. Cacat Proses
-Tebal & Lebar
-Patah
Sama
X
Sama
X
Sama
X
-
X
3. Cacat Lain
- Bercak-2/ noda warna coklat/ abu2/ hitam
- Saluran Penggerek
- Lubang serangan bubuk
X


X
X
< uji =" 10">
Read More..

ROTAN KULIT

ROTAN TOHITI, SEGA, JAHAB TERGOLONG KULIT ROTAN YANG DIGEMARI KARENA BERMUTU TINGGI. DARI SEMUA JENIS ROTAN : KULIT ROTAN SEGA YANG MENDUDUKI TEMPAT TERATAS DALAM PEMBUATAN ANYAMAN KARENA BENTUK NYA YANG SILINDRIS DAN Ø YANG SAMA SEPANJANG BATANG, SEHINGGA MENGHASILKAN KULIT YANG SERAGAM
ROTAN BENTUK UTUH
ROTAN MANAU WALAU KULIT NYA BERMUTU TINGGI, TETAPI KARENA KEGUNAANNYA DALAM BENTUK UTUH UNTUK PEMBUATAN FURNITURE LEBIH MENGUNTUNG KAN , MAKA JARANG DI KUPAS KULITNYA

HATI
HAMPIR SEMAU JENIS ROTAN MENGHASILKAN HATI YANG BERMUTU TINGGI. ROTAN UMBULU WALAU KULITNYA SERING MENGELUPAS SEHINGGA PENAMPAKANNYA JELEK TAPI HATINYA MERUPAKAN HATI YANG TERBAIK DARI LAINNYA, KARENA MULUS DAN ELASTIS

HAMPIR SEMAU JENIS ROTAN MENGHASILKAN HATI YANG BERMUTU TINGGI. ROTAN UMBULU WALAU KULITNYA SERING MENGELUPAS SEHINGGA PENAMPAKANNYA JELEK TAPI HATINYA MERUPAKAN HATI YANG TERBAIK DARI LAINNYA, KARENA MULUS DAN ELASTIS

ROTAN BATANG YANG DIKENAL SEBAGAI ROTAN MANAU SULAWESI SANGAT COCOK UNTUK DIGUNAKAN SEBAGAI SUBTITUSI ROTAN MANAU KARENA SIFAT DAN KARAKTERISTIK NYA SANGAT MIRIP DENGAN ROTAN MANAU, KECUALI ELASTISITAS. KARENA SELAIN ITU DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN FURNITURE, HATINYA PUN DIGEMARI UNTUK BERBAGAI MACAM PRODUK ANYAMAN DAN JALINAN.

SILINDRIS
ROTAN BATANG YANG DIKENAL SEBAGAI ROTAN MANAU SULAWESI SANGAT COCOK UNTUK DIGUNAKAN SEBAGAI SUBTITUSI ROTAN MANAU KARENA SIFAT DAN KARAKTERISTIK NYA SANGAT MIRIP DENGAN ROTAN MANAU, KECUALI ELASTISITAS. KARENA SELAIN ITU DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN FURNITURE, HATINYA PUN DIGEMARI UNTUK BERBAGAI MACAM PRODUK ANYAMAN DAN JALINAN.
RUAS PENDEK
ROTAN DENGAN RUAS YANG PENDEK ANTARA LAIN : ROTAN KOBO, ROTAN BATU DAN ROTAN TAPAH MEMPUNYAI TUJUAN PENGGUNAN YANG LEBIH SEMPIT DARI PADA YANG BERUAS PANJANG, ANTARA LAIN: ROTAN MANAU, ROTAN TOHITI DAN ROTAN BATANG DSB.

BUKU MENONJOL
BUKU MENONJOL SAMA DENGAN RUAS PENDEK, MAKA CACAT BUKU MENONJOL MENGURANGI NILAI PENGGUNAAN YANG LEBIH LUAS. OLEH KARENA ITU HARUS DIRATAKAN MAKA AKAN TERJADI KERUSAKAN KULIT DISEKITAR BUKU TERSEBUT SEHINGGA AKAN MENAMBAH BESAR NYA CACAT.
BUKU MENONJOL MERUPAKAN BENTUK YANG EKSTRIM, BILA DIRANCANG UNTUK PENGGUNA AN KHUSUS , MAKA NILAI NYA AKAN LEBIH MENINGKAT AL: DIGUNAKAN UTK TONGKAT, MOULDING, KAKI MEJA, KAKI TEMPAT TIDUR, KAKI KURSI DAN MACAM-MACAM HIASAN. ROTAN-ROTAN YG MEMPUNYAI BUKU MENONJOL AL: ROTAN SEMAMBU, WILATUNG, TARUMPU, DAHAN, MINONG/TABU-TABU DAN MAWI.
ROTAN DAHAN
ROTAN DAHAN DPT DIGUNAKAN SBG SUBSTITUSI ROTAN MANAU, KRN PENAMPILAN NYA MIRIP DGN ROTAN MANAU, HANYA PD BUKU MENONJOL DAN WARNA KEMERAH-MERAH AN. OLEH KRN ITU ROTAN DAHAN TDK DPT DI KELOMPOKKAN KE DLM KUALITA ROTAN MANAU.

KULIT MENGELUPAS
ROTAN UMBULU TERGOLONG ROTAN YG BERMUTU TINGGI KRN ELASTISITAS DAN WARNA HATINYA YG PUTIH BERSIH.
NAMUN KEGUNAAN NYA MENJADI SEMPIT KRN TDK DI DUKUNG DGN KULIT YG MULUS. CACAT KULIT MENGELUPAS SULIT DI TINGKATKAN MUTUNYA TETAPI ADA CARA LAIN YG DIGUNA-KAN YI: MELALUI PERLAKUAN KHUSUS PD SAAT PENEBANGAN, DIMANA DIUSAHAKAN SEJAUH MUNGKIN PEMBAGIAN BATANG PD SAAT ROTAN MASIH BERDIRI JG PD SAAT PEMBERSIHAN & PENCUCIAN DIUSAHAKAN AGAR TDK DIGUNAKAN PERALATAN YG KASAR SPT KERIKIL, KERTAS PASIR DSB

BATANG TIDAK SILINDRIS
BTG TDK SILINDRIS MERUPAKAN CACAT YG MENGURANGI HASIL GUNA KRN BILA SILINDRIS AKAN MENGHASILKAN WASTE YG BANYAK. BATANG TDK SILINDRIS TDK LAGI MERUPAKAN FAKTOR YG MERUGIKAN KRN DPT DI TINGKATKAN MUTU NYA MELALUI TUJUAN KEGUNAAN KHUSUS AL.: UTK TANGKAI PAYUNG, BERBAGAI MACAAM HIASAN YG JUSTRU LEBIH INDAH DARI BENTUK YG TDK SILINDRIS. CONTOH: ROTAN SEMAMBU, ROTAN KOLE ( BENTUK SEGITIGA)
Read More..

PENAMPANG LINTANG ROTAN

Penampang lintang rotan :
Pengetahuan tentang ciri-ciri rotan masih terbatas.Belum semua jenis rotan diketahui ciri-cirinya, terutama ciri anatomi dan fisiologinya. Untuk itu penelitian tentang berbagai aspek biologi rotan perlu ditingkatkan dengan meneliti lebih banyak jenis rotan (Dransfield, 1974; Culter, 1978; Menon (1979); Manokaran, 1985).
Penelitian secara khusus tentang anatomi rotan, hingga sekarang belum banyak dilakukan, walaupun sejak tahun 1845, oleh Mohl (dalam Weiner dan Liese, 1988a) telah diawali penelitian anatomi terhadap marga Calamus, dan menyimpulkan
bahwa pembuluh kayu metaxilem yang besar di dalam ikatan pembuluh merupakan suatu karakter pembeda dengan marga lainnya dalam anak suku Lepidocaryoidae. Solereder dan Meyer (1928, dalam Weiner dan Leise, 1988a) telah melanjutkan penelitian Mohl terhadap marga. Calamus dan Daemonorops dan Tomlinson (1961) telah
membahas sembilan marga rotan. Keduanya menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan antara ciri anatomi dengan perilaku batang. Di antara jenis rotan yang sama terdapat
sifat memanjat yang sama pula, tetapi kemungkinan mempunyai ciri anatomi batang yang berbeda, sebaliknya di sisi lain jenis rotan yang berbeda sifat memanjatnya
dapat memiliki kemiripan ciri anatomi. Penjelasan lebih terperinci mengenai anatomi batang
rotan telah dilakukan oleh Siripatanadilok (1974) terhadap lima marga rotan di Jawa. Ia menyimpulkan bahwa bentuk dan ukuran sel epidermis dapat dijadikan karakter yang
khas dan penting dalam taksonomi. Tomlinson (1961), Yudodibroto (1984a), serta Parameswaran dan Liese (1985) mengemukakan bahwa kualitas rotan, terutama
daya tahan batang berhubungan dengan struktur anatominya. Beberapa jenis rotan, misalnya C. caeseus, apabila dilengkungkan batangnya meka akan terjadi retakretak
dan terkelupas, karena adanya kristal silika pada bagian epidermis. Yudodibroto (1984b) membedakan jenis rotan berdasarkan ada atau tidaknya kristal silika pada
lapisan kulit luar. Weiner dan Leise (1988b, 1990) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan struktur batang di antara marga rotan, sehingga hal ini dapat dijadikan
sebagai salah satu karakter untuk mengidentifikasi jenis rotan. Sedangkan Astuti (1990) dalam penelitiannya terhadap marga Calamus, Daemonorops, dan Plectocomia
menyimpulkan bahwa ciri anatomi yang dapat digunakan untuk membedakan ketiganya terutama adalah pola parenkim jaringan dasar, letak floem, dan jumlah pembuluh
kayu dalam satu ikatan pembuluh.

1. Kulit
2. Bagian Perifer ……….. relatif padat
3. Jaringan sentral ……. relatif lunak

Jaringan penyusun batang rotan terdiri dari 3 jaringan utama :
1. Kulit (2 macam jaringan)
2. Parenkim dasar (1 macam jaringan)
3. Berkas pembuluh (5 macam jaringan)

Berkas Pembuluh :
1. Phloem
Saluran hasil fotosintesa dari tajuk ke bagian-bagian lain dari tanaman

2. Protoxylem
- Xylem yang dibentuk mula-mula pada ruas yang baru tumbuh
- Dindingnya seperti spiral yang tergulung rapat

3. Metaxylem
- Satu atau dua protoxylem yang ikut memanjang dan membesar pada
waktu ruas tumbuh

• Parenkim aksial
- Terletak disekeliling protoxylem dan metaxylem di dalam berkas pembuluh
- Diduga sebagai tempat persediaan makanan untuk pertumbuhan elemen lain dalam berkas pembuluh.
- Bentuk memanjang ke arah vertikal

• Berkas Serat
- Tersusun satu berkas mengelilingi elemen-elemen lain dalam berkas pembuluh.

Pada beberapa jenis rotan terdapat saluran getah (Daemonorops, Ceratolobus
dan beberapa jenis Calamus).

Pada jenis Korthalsia terdapat celah berwarna kuning (yellow cap).
Read More..

PENGENALAN JENIS ROTAN

PENGENALAN JENIS ROTAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN
A. Definisi
Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut Lepidocaryodidae (Yunani = mencakup ukuran buah)
B. Umum
Indonesia memenuhi 80 % kebutuhan rotan dunia (terbesar). Dari 80 % rotan dunia tersebut, 90 % berasal dari hutan alam dan 10 % dari hasil budidaya.Luas areal yang ditumbuhi rotan sebesar 13,2 juta hektar dari 143 juta hektar hutan Indonesia (Inventarisasi Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan) yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Jawa.

Indonesia memiliki 8 marga rotan yang terdiri dari 306 jenis. Dari 306 jenis ini 51 jenis diantaranya sudah dimanfaatkan.

Di Asia Tenggara terdapat kurang lebih 516 jenis yang berasal dari 8 genera, antara lain :
- Calamus sebanyak 333 jenis
- Daemonorops sebanyak 122 jenis
- Korthalsia sebanyak 30 jenis
- Plectocomia sebanyak 10 jenis
- Plectocomiopsis sebanyak 10 jenis
- Calopspatha sebanyak 2 jenis
- Bejaudia sebanyak 1 jenis
- Ceratolobus sebanyak 6 jenis

Dua diantaranya merupakan genera yang bernilai tinggi yaitu Calamus dan Daemonorops.
Dari seluruh kebutuhan rotan di pasaran terdapat 68 % rotan berdaimeter besar dan 32 % rotan berdiameter kecil.

C. Pemanenan
Rotan yang dipanen adalah rotan yang masak tebang dengan ciri-ciri bagian bawah batang sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau selundang, sebagian daun sudah mengering, duri dan daun kelopak sudah rontok.

Pemanenan dilakukan dengan memotong pangkal rotan dengan pengaitnya setinggi 10 sampai 50 cm. Dengan pengait, rotan ditarik agar terlepas dari pohon penopangnya. Rotan dibersihkan dari daun dan duri serta dipotong-potong menurut ukuran yang diinginkan. Kemudian diangkut ke tempat pengumpulan sementara atau ke tempat penumpukkan rotan dengan memikul, menggunakan perahu/sampan atau menggunakan bantuan tenaga kuda.

Dalam pemanenan biasanya terjadi adanya limbah, besarnya limbah pada saat pemanenan rotan adalah berbeda pada setiap tipe kegiatan pemanenan, yaitu :
- Pemanenan secara tradisional limbah sebesar 12,6 – 28,5 %
- Pemanenan dengan bantuan tirfor dan lir limbah sebesar 4,1 – 11,1 %
- Pada saat pengangkutan besarnya limbah sebesar 5 – 10 %.

II. PENGENALAN JENIS ROTAN

A. Sifat Dasar Rotan

1. Sifat Anatomi
Struktur anatomi batang rotan yang berhubungan dengan keawetan dan kekuatan antara lain besarnya ukuran pori dan tebalnya dinding sel serabut.
Sel serabut merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada rotan. Dinding sel yang tebal membuat rotan menjadi lebih kuras dan lebih berat.

2. Sifat Kimia
Secara umum, komposisi kimia rotan terdiri dari holoselulosa (71 – 76 %), selulosa (39 – 56 %), Lignin (18 – 27 %) dan silika (0,54 – 8 %).
Holoselulosa merupakan selulosa yang merupakan molekul gula linear berantai panjang.
Selulosa berfungsi memberikan kekuatan tarik pada batang karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan antar unit gula penyusun selulosa. Makin tinggi selulosa makin tinggi juga keteguhan lenturnya.
Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul yang tinggi. Lignin berfungsi memberikan kekuatan pada batang. Makin tinggi lignin makin tinggi juga kekuatan rotan.
Tanin dikategorikan sebagai “true artrigen” yang menimbulkan rasa sepat pada rotan. Tanin berfungsi sebagai penangkal pemangsa. Hasil purifikasi tanin digunakan sebagai bahan anti rayap dan jamur.
Pati (karbohidrat), terkandung 70 % dan berat basah. Makin tinggi kadar pati makin rentan terhadap serangan bubuk rotan kering.

3. Sifat Fisik
Sifat fisik dari rotan adalah sifat-sifat yang dapat diamati secara kasat mata.
Sifat fisik rotan dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

a. Warna
- Warna batang rotan selalu bervariasi tidak hanya pada jenisnya saja tetapi pada jenis yang sama juga.

Rotan yang baik dan berkualitas adalah batang rotan yang berwarna hijau daun pada saat masih hidup, hal ini menandai bahwa rotan tersebut sudah masak tebang. Batang rotan yang berwarna hijau daun akan berubah menjadi putih setelah selaput silikanya terkelupas dan akan makin putih setelah ada proses pemutihan (bleaching).

- Yang dimaksud dengan warna rotan adalah warna setelah dicuci atau dirunti atau diasapi dengan belerang dan belum mendapat perlakuan pemutihan.

Pada umunya rotan berwarna kuning langsat atau kuning keputih-putihan kecuali beberapa jenis seperti Rotan Semambu (coklat kuning) dan Rotan Buyung (kecoklat-coklatan).

Selain warna kulit, perlu diperhatikan juga warna hatinya. Seperti Rotan Umbulu (putih bersih) dan Rotan Tohiti (keabu-abuan).

b. Kilap
- Kilap dan suram dapat memberikan ciri yang khusus dari suatu jenis rotan serta dapat menambah keindahan dari rotan tersebut.

- Kilap rotan tergantung pada struktur anatomi, kandungan zat ekstraktif, sudut datangnya sinar, kandungan air, lemak dan minyak.
Makin tinggi kadar air maka makin suram, makin tinggi lemak dan minyak maka makin suram.

c. Bau dan Rasa
Menggambarkan kesegaran dari rotan tersebut, pada rotan segar bau dan rasa tidak mencolok.

d. Berat
Berat rotan tergantung pada kandungan air, zat ekstraktif dan zat infiltrasi dalam rotan.
Kadar air dapat dikurangi dengan proses pengeringan yang mampu mengurangi dari 40 – 60 % menjadi titik jenuh serat (15 – 30 %).

e. Kekerasan/Elastisitas
Menunjukkan bahwa batang rotan mampu menahan tekanan/gaya tertentu.
Sifat ini dipengaruhi oleh kadar air, umur saat dipungut, posisi batang yang digunakan (pangkal, tengah, ujung).

f. Diameter
Diameter rotan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
- Berdiameter kecil, rotan yang berdiameter kurang dari 18 mm, seperti Rotan Sega, Irit/Jahab, Jermasin, Pulut Putih, Pulut Merah, Lilin, Lacak, Manau Padi, Datuk Merah, Sega Air, Ronti, Sabut, Batu, Tapah, Paku dan Pandan Wangi.
- Berdiameter besar, rotan yang berdiameter l8 mm atau lebih, seperti Rotan Manau, Batang, Mantang, Cucor, Semambu, Wilatung, Dahan, Tohiti, Seel, Balukbuk, Bidai, Buwai, Bambu, Kalapa, Tiga Juru, Minong, Umbulu, Telang dan Lambang.



g. Kesilindrisan
Kesilindrisan dapat diperoleh dengan perbandingan antara diameter rata-rata pangkal ruas dengan diameter rata-rata ujung ruas.

h. Ruas
Ruas adalah bagian rotan yang terletak diantara dua buku.
Panjangnya ruas dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :
- Ruas Pendek (<> 40 cm)

i. Buku
Buku rotan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
- Buku Menonjol
- Buku Agak Menonjol
- Buku Tidak Menonjol

Arah buku juga diamati, yaitu :
- Menceng
- Agak Menceng

j. Selaput Silika
Hampir semua jenis rotan memiliki lapisan silika yang membalut kulit luarnya, ada yang spesifik dan tebal seperti Rotan Sega, Jermasin, Irit/Jahab, Buyung.
Lapisan silika menampilkan kilap, pekerjaan mengeluarkan lapisan silika disebut “Runti”.

k. Parut Buaya
Parut buaya terlihat seolah-olah bekas parut yang menggores kulit kearah transversal.
Selain parut buaya ada pula sifat fisik berupa getah. Rotan yang mengandung getah antara lain Rotan Getah/Sepat, Lacak, Jernang, dan Jermasin.

4. Sifat Struktur
Sifat struktur dari rotan belum banyak diketahui karena belum ada penelitian khusus terhadap sifat-sifat struktur tersebut.

Yang dapat digunakan sebagai petunjuk identifikasi adalah pori.
Pori rotan sangat sederhana dan dibedakan dalam beberapa bagian antara lain :
- Ukuran
- Bentuk
- Susunan

5. Sifat Mekanis
Sifat mekanis rotan berkaitan dengan kemampuan menahan gaya dari luar, antara lain :

a. Keteguhan Tekan, Patah, Kekakuan dan Keuletan.
- Keteguhan Tekan adalah ketahanan terhadap kekuatan yang cenderung menghancurkan.
- Keteguhan Patah adalah ketahanan terhadap kekuatan yang akan mematahkan.
- Kekakuan adalah kemampuan untuk mempertahankan bentuk bila dilengkungkan.
- Keuletan adalah kemampuan rotan untuk menahan kekuatan yang terjadi secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat.


b. Keteguhan Tarik
Keteguhan tarik adalah kemampuan rotan untuk menahan gaya yang cenderung memisahkan bagian-bagian dari rotan.

c. Keteguhan Geser
Keteguhan geser adalah ketahanan terhadap gaya yang menggeser rotan.

d. Keteguhan Belah
Keteguhan belah adalah ketahanan terhadap gaya yang membelah rotan.

6. Keawetan dan Keterawetan
a. Keawetan adalah daya tahan sesuatu jenis rotan terhadap berbagai faktor perusak rotan, tetapi biasanya yang dimaksud adalah daya tahan terhadap faktor biologis yang disebabkan oleh organisme perusak rotan yaitu jamur dan serangga.
b. Keterawetan adalah mudah atau tidaknya jenis rotan tersebut ditembus bahan pengawet jika diawetkan dengan proses tertentu sehingga rotan yang sudah diawetkan dengan suatu bahan kimia (pengawet) tahan terhadap serangan organisme perusak sehingga rotan tersebut awet.


B. Rotan Penting di Indonesia
Rotan termasuk dalam klasifikasi tumbuhan :
- Divisio : Spermatophyta
- Sub Divisio : Angiospermae
- Kelas : Monocotyledonae
- Ordo : Spacaflorae
- Famili/Suku : Palmae


Ada 14 Suku antara lain :
1. Calamus (370 jenis)
2. Daemonorops (115 jenis)
3. Korthalsia (31 jenis)
4. Plectocomia (14 jenis)
5. Ceratolobus (6 jenis)
6. Plectocomiopsis (5 jenis)
7. Myrialepis (2 jenis)
8. Calopspatha (2 jenis)
9. Bejaudia (1 jenis)
10. Cornera
11. Schizospatha
12. Eremospatha
13. Ancitrophylum
14. Oncocalamus

Di Indonesia terdapat 8 suku dengan jumlah jenisnya + 306 jenis, antara lain :
a. Calamus
b. Daemonorops
c. Khorthalsia
d. Plectocomia
e. Ceratolobus
f. Plectocomiopsis
g. Myrialepis
h. Calopspatha


Dengan penyebaran :
- Kalimantan : 137 jenis
- Sumatera : 91 jenis
- Sulawesi : 36 jenis
- Jawa : 19 jenis
- Irian : 48 jenis
- Maluku : 11 jenis
- Timor : 1 jenis
- Sumbawa : 1 jenis
Yang bernilai komersial tinggi sebanyak 28 jenis

Beberapa jenis rotan yang penting di Indonesia, antara lain :

1. Rotan Jernang Besar (Daemonorops draco Blume)
- Nama Daerah : Jernang Besar, Jernang, Beruang (Sumatera Selatan), Getik Badag (Jawa Barat), Getik Warak (Jawa Tengah).
- Penyebaran : Semenanjung Malaya, Sumatera, dataran rendah pada 300 mdpl.
- Batang : Membentuk rumpun, diameter 12 mm, panjang ruas 18 – 35 cm, warna coklat kekuningan dan mengkilat, hati berwarna putih
- Daun : Majemuk menyirip, anak daun berbentuk lanset seperti pita, bagian atas anak daun dan tulang daun tumbuh duri halus, duduk daun berhadapan-hadapan.
- Bunga : Malai tersusun dalam tandan, kuncup diselubungi selundang yang berduri
- Buah : Bulat, coklat merah, berbiji tunggal
- Manfaat : Batang untuk bahan baku furniture, getah buah untuk pewarna dan farmasi (rotan jernang)


2. Rotan Dahanan (Korthalsia flagellaris Miq)
- Nama Daerah : Rotan Dahanan (Sumatera, Kalimantan)
- Penyebaran : Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan. Pada rawa-rawa 50 mdpl.
- Batang : Rumpun sampai dengan 20 batang, diameter 15 – 30 mm, panjang ruas 20 – 50 cm, warna coklat sebam dan kasar, keras agak sukar dibelah, panjang batang sampai dengan 50 meter.
- Daun : Majemuk menyirip, anak daun bundar telur lanset sungsang, ujungnya bergerigi, bagian bawah anak dan tulang daun tumbuh duri halus, duduk daun berhadap-hadapan, warna coklat kekuningan.
- Bunga : Malai tersusun dalam tandan, kuncup diselubungi selundang berduri
- Buah : Bulat, coklat kemerahan, berbiji tunggal
- Manfaat : Batang sebagai bahan baku furniture.

3. Rotan Semambu (Calamus scipionum Lour)
- Nama Daerah : Sumambu (Batak Karo), Simambo (Batak Toba), Simambu (Minangkabau), Semambu (Lampung), Semabu (Kalimantan Barat), Tantuwo (Dayak Kalimantan Tengah).
- Penyebaran : Semenanjung Malaya, Sumatera Kalimantan. Pada 1000 mdpl.
- Batang : Membentuk rumpun, diameter 30 mm, panjang ruas 20 – 30 cm, warna coklat kemerahan kalau kering, panjang batang sampai dengan 20 m, kasar dan ulet.
- Daun : Majemuk menyirip dengan panjang 1 m, anak daun terdapat sulur panjat, pelepah dan tangkai daun berduri, duduk daun berhadapan, warna coklat kekuningan.
- Bunga : ada 2 macam, bunga subur dan bunga mandul, bunga subur berbentuk cemeti dan berduri malai panjang.
- Buah : Lonjong ukuran panjang 1,5 cm, warna coklat kemerahan, berbiji tunggal.
- Manfaat : Batang untuk tongkat pendaki gunung, tongkat ski, rangka mebel.

4. Rotan Jermasin (Calamus ecojolis Becc.)
- Nama Daerah : Jermasin (Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera).
- Penyebaran : Sulawesi, Sumatera, Kalimantan. Pada 10 – 100 mdpl, tanah berbatu, berpasir dan punggung gunung.
- Batang : Rumpun 30 – 50 batang, diameter 6 – 10 mm, panjang ruas 15 – 40 cm, warna kekuningan kalau kering mengkilat, panjang batang sampai dengan 50 m. Kuat dan ulet.
- Daun : Majemuk menyirip dengan panjang 1 m, anak daun bundar telur lanset, pada ujung terdapat sulur panjat, pelepah dan tangkai daun berduri, duduk daun berhadapan, warna hijau tua.
- Buah : Lonjong sampai dengan 1,5 cm, coklat kemerahan, berbiji tunggal.
- Manfaat : Batang sebagai bahan furniture.

5. Rotan Buyung (Calamus optimus Becc.)
- Nama Daerah : Buyung, Selutup, Sega Bulu (Kalimantan).
- Penyebaran : Sulawesi, Kalimantan, Sumatera. Pinggiran sungai pada 100 – 300 mdpl. Pada tanah berbatu, pasir dan punggung gunung.
- Batang : rumpun sampai dengan 60 batang, diameter 12 – 24 mm, panjang ruas 20 -30 cm, hijau kekuningan, bila kering mengkilat, panjang sampai dengan 40 m, kuat dan ulet.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 1 m, anak daun bundar telur lanset pada ujung daun terdapat sulur panjat, pelepah dan tangkai daun berduri, duduk daun berhadapan, hijau tua.
- Buah : lonjong 1,5 cm, coklat kemerahan, berbiji tunggal.
- Manfaat : Batang sebagai bahan furniture.

6. Rotan Mantang (Calamus ornatus Blume)
- Nama Daerah : Mantang (Jambi), Rotan Howe Kasur, Seuti (Jawa Barat), Manau/Salian (Kalimantan).
- Penyebaran : Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Pinggiran sungai pada 100 – 300 mdpl, tanah berbatu, pasir dan punggung gunung.
- Batang : Soliter, diameter 15 – 40 mm, panjang ruas 16 – 20 cm, hijau gelap, bila kering kekuningan mengkilat, kuat dan ulet.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 4 m, anak daun bundar telur lanset dan pada ujung daun ada sulur panjat, pelepah dan tangkai berduri tajam, warna hitam, duduk daun berhadapan hijau tua.
- Buah : Bulat telur sampai dengan 3 cm, coklat kemerahan, berbiji tunggal.
- Manfaat : Batang sebagai bahan furniture.

7. Rotan Dandan (Calamus schitolantus Blume)
- Nama Daerah : Rotan Dandan
- Penyebaran : Sumatera, Kalimantan. Ketinggian sedang sampai tinggi , tidak terpengaruh pasang surut.
- Batang : Soliter, diameter 3 - 6 mm, panjang ruas 15 cm, kuning mengkilat agak coklat, kuat dan ulet.
- Daun : Majemuk menyirip 1 m, anak daun bundar telur lanset dan pada ujung daun ada sulur panjat, pelepah dan tangkai daun berduri tajam, warna hijau tua.
- Buah : Bulat telur, coklat kemerahan, berbiji tunggal.
- Manfaat : Batang sebagai tali pengikat, alat penangkap ikan, anyaman.

8. Rotan Inun (Calamus scabridulus Becc)
- Nama Daerah : Rotan Inun
- Penyebaran : Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Pada 50 – 200 mdpl. Tidak terpengaruh pasang surut
- Batang : berkelompok dan merambat, diameter 6 mm, panjang ruas 28 – 40 cm. Kekuningan agak coklat, kuat dan ulet.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 1 m, anak daun bundar telur lanset pada ujung daun terdapat suluh panjat, duduk daun berhadapan, hijau tua.
- Buah : Bulat telur, coklat kemerahan dan berbiji tunggal, bunga malai sampai dengan 1,5 cm.
- Manfaat : Batang digunakan sebagai tali pengikat, anyaman.

9. Rotan Batang (Daemonorops robustus Warb)
- Nama Daerah : Rotan Batang
- Penyebaran : Sulawesi. Pada 10 – 900 mdpl
- Batang : Berumpun sampai dengan 90 batang, warna hijau tua, bila kering warna abu-abu dan kemerahan, diameter 25 – 60 mm, panjang ruas 25 – 60 cm.
- Manfaat : Sebagai rangka mebel.

10. Rotan Manau (Calamus manan Miq)
- Nama Daerah : Rotan Manau
- Penyebaran : Sumatera dan Kalimantan pada 50 – 600 mdpl, beriklim basah, berpasir, tidak terpengaruh pasang surut.
- Batang : Soliter diameter 25 – 60 mm panjang ruas sampai dengan 35 cm, warna hijau tua, bila kering kekuning-kuningan, kuat dan ulet, panjang sampai dengan 100 m.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 4 m, anak daun bundar telur lanset, ujung daun ada sulur panjat, duduk daun berhadapan warna hijau tua.
- Buah/Bunga : Tandan, panjang buah sampai dengan 3 cm berbentuk lonjong.
- Manfaat : Batang sebagai bahan kerangka mebel.

11. Rotan Irit (Calamus trachycoleus Becc)
- Nama Daerah : Rotan Irit
- Penyebaran : Kalimantan. Endemik di Sungai Barito dan Kahayan, rawa tergenang pada 0 – 15 mdpl, beriklim basah.
- Batang : Berumpun sampai dengan 100 batang, diameter 4 – 11 mm, panjang ruas 10 – 15 cm, warna hijau tua dan bila kering kekuningan/kuning telur, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 50 m.
- Daun : Majemuk menyirip 1,5 m, anak daun bundar telur lanset pada ujung daun terdapat sulur panjat, duduk daun berhadapan, hijau tua.
- Buah/Bunga : Dalam malai 1,5 m, panjang sampai dengan 1,5 cm berbentuk lonjong.
- Manfaat : Anyaman, lampit, tirai, kursi antik.

12. Rotan Taman (Calamus caesius Blume)
- Nama Daerah : Rotan Taman (Kalimantan), Sego (Aceh), Segeu (Gayo), Sego (Sumatera).
- Penyebaran : Pulau Kalimantan dan Sumatera, dataran rendah kering berbukit
- Batang : Rumpun sampai dengan 100 batang diameter 4 – 11 mm, panjang ruas 15 – 30 cm warna hijau tua bila kering kekuningan/kuning telur mengkilap, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 50 m.
- Daun : Majemuk menyirip 50 – 125 cm, anak daun bundar telur lanset dan di ujung daun ada sulur panjat, duduk daun berhadapan berwarna hijau tua.
- Buah/Bunga : Malai 1,5 m, panjang buah sampai dengan 1,5 cm berbentuk lonjong.
- Manfaat : Batang sebagai bahan baku anyaman, lampit, tirai, kursi antik.

13. Rotan Lilin (Calamus javensis Blume)
- Nama Daerah : Rotan Lilin
- Penyebaran : Pulau Kalimantan dan Sumatera, dataran rendah sampai pegunungan pada 1200 mdpl, beriklim basah.
- Batang : Berumpun, diameter 2 – 6 mm, panjang ruas 30 cm, warna kekuningan pada waktu muda dan bila kering coklat kekuningan, kuat dan ulet, panjang batang 50 m.
- Daun : Majemuk menyirip dengan panjang 0,5 m, anak daun bundar telur lanset dan pada ujung daun ada sulur panjat, duduk daun berhadapan warna hijau tua.
- Buah/Bunga : Malai 1 m, panjang buah 1,5 cm lonjong.
- Manfaat : Batang sebagai bahan baku anyaman, keranjang, tali pengikat.

14. Rotan Korod (Calamus heteroides Bl)
- Nama Daerah : Rotan Lilin
- Penyebaran : Jawa Barat, dataran rendah sampai pegunungan pada 200 – 1500 mdpl, beriklim basah.
- Batang : Rumpun sampai dengan 5 batang, diameter 25 mm, panjang ruas 16 – 35 cm warna hijau tua dan bila kering kekuningan/kuning telur, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 40 m.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 0,5 m, anak daun bundar telur lanset dan pada ujung daun ada sulur panjat, duduk daun berhadapan.
- Manfaat : Batang sebagai bahan baku anyaman, keranjang dan tali pengikat.

15. Rotan Balukbuk (Calamus burkianus Becc)
- Nama Daerah : Rotan Balukbuk
- Penyebaran : Jawa Barat, dataran rendah sampai dengan pegunungan pada 50 – 800 mdpl, beriklim basah.
- Batang : Rumpun sampai dengan 10 batang, diameter 25 mm, panjang ruas 50 cm, warna kekuningan muda bila kering coklat kekuningan, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 50 m.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 3 m, anak daun bundar telur lanset, pada ujung daun terdapat sulur panjat, warna hijau tua.
- Buah/Bunga : Malai 1 m panjang buah sampai dengan 2,5 cm lonjong.
- Manfaat : Batang sebagai bahan baku anyaman, keranjang dan tali pengikat.

16. Rotan Pelah (Daemonorops rubra Blume)
- Nama Daerah : Rotan Pelah
- Penyebaran : Pulau Sumatera dan Jawa, dataran rendah sampai dengan pegunungan pada 100 – 800 mdpl, beriklim basah.
- Batang : Rumpun 2 – 5 batang, diameter 2 – 6 mm, panjang ruas15 – 35 cm, warna kekuningan pada waktu muda dan bila kering coklat kekuningan, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 40 m.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 1,5 m, anak daun bundar telur lanset, terdapat sulur panjat pada ujung daun duduk daun berhadapan warna hijau tua.
- Manfaat : Batang sebagai bahan baku anyaman, keranjang dan tali pengikat.

17. Rotan Kirtung (Myrialepis scortechini Becc).
- Nama Daerah : Rotan Kirtung
- Penyebaran : Sumatera, dataran rendah sampai dengan pegunungan pada 1000 mdpl, beriklim basah.
- Batang : berumpun dengan diameter 40 mm, panjang ruas 30 cm warna kekuningan bila kering coklat kekuningan, kuat dan ulet, panjang batang sampai 40 m.
- Daun : Majemuk menyirip panjang 3 m, anak daun bundar telur lanset, pada ujung daun terdapat sulur panjat, duduk daun berhadapan, hijau tua.
- Buah/Bunga : Dalam malai 1 m, panjang buah sampai dengan 3 cm lonjong
- Manfaat : Batang sebagai kerangka kerajinan


18. Rotan Pulut Merah (Calamus sp)
- Nama Daerah : Rotan Pulut Merah
- Penyebaran : Pulau Kalimantan terutama Kalimantan Timur, dataran rendah pada tanah alluvial di pinggiran sungai
- Batang : Berumpun sampai 50 batang, diameter 2 – 5 mm panjang ruas 40 cm warna abu-abu kemerahan, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 30 m.
- Daun : Majemuk menyirip panjang, anak daun bundar telur lanset, ada sulur panjat pada ujung daun, duduk daun berhadapan hijau tua
- Buah/Bunga : Dalam malai
- Manfaat : Batang sebagai bahan baku kerajinan kualitas tinggi

19. Rotan Getah (Daemonorops angustifolia Mart)
- Nama Daerah : Rotan Getah
- Penyebaran : Pulau Kalimantan dan Sumatera, dataran rendah beriklim basah
- Batang : Berumpun, diameter 25 mm, panjang ruas 35 cm, warna kekuningan ketika masih muda dan bila kering warnanya coklat kekuningan, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 40 m
- Daun : Majemuk menyirip panjang 3 m, anak daun bulat telur lanset, ada sulur panjat pada ujung daun, duduk daun berhadapan, hijau tua
- Manfaat : Sebagai bahan baku kerangka kerajinan.

20. Rotan Umbul (Calamus symphysipus Mart)
- Nama Daerah : Rota Umbul
- Penyebaran : Pulau Sulawesi, dataran rendah sampai pegunungan pada 300 – 600 mdpl, beriklim basah
- Batang : Soliter, diameter 15 – 30 mm, panjang ruas 20 – 30 cm, hijau bergaris kekuningan mengkilap, kuat dan ulet
- Daun : Majemuk menyirip, anak daun bundar telur lanset, ada sulur panjat pada ujung daun, duduk daun berhadapan, hijau tua
- Manfaat : sebagai bahan kerangka kerajinan.


21. Rotan Sego Ayer (Calamus axillaris Becc)
- Nama Daerah : Rotan Ayer
- Penyebaran : Pulau Sumatera dan Kalimantan, dataran rendah, beriklim basah.
- Batang : Berumpun, diameter 13 mm, panjang ruas 15 cm, warna muda kekuningan bila kering coklat kekuningan, kuat dan ulet, panjang batang sampai dengan 10 m.
- Manfaat : sebagai bahan anyaman.

22. Rotan Saloso (Calamus sp)
- Penyebaran : Sulawesi Utara, dataran rendah beriklim basah
- Batang : Berumpun dengan diameter 8 – 20 mm, panjang ruas 25 – 40 cm, warna hijau bila kering kuning, kuat dan ulet
- Daun : Majemuk menyirip 3 m, anak daun bundar telur lanset, ada sulur panjat pada ujung daun, duduk daun berhadapan, hijau tua, ujung daun kemerahan
- Manfaat : Sebagai bahan anyaman dan tali pengikat

23. Rotan Manau Riang (Calamus oxeleyanus T et B)
- Penyebaran : Pulau Sumatera, dataran rendah beriklim basah
- Batang : Berumpun dengan diameter 12 mm, panjang ruas 12 cm warna kekuningan
- Daun : Majemuk menyirip panjang 3 m, anak daun bundar telur lanset, ada sulur panjat pada ujung daun, duduk daun berhadapan, hijau tua

24. Rotan Tohiti (Calamus inops Becc)
- Nama Daerah : Rotan Tohiti
- Penyebaran : Pulau Sulawesi, dataran rendah sampai pegunungan pada 300 – 600 mdpl beriklim basah
- Batang : Soliter dengan diameter 15 mm, panjang ruas 20 – 35 cm, warna kuning mengkilap, kuat dan keras tidak mudah dibelah
- Daun : Majemuk menyirip, anak daun bundar telur lanset dan ada sulur panjat pada ujung daun, duduk daun berhadapan, hijau tua.
- Manfaat : Kerangka kerajinan, mebel, kerangka beton, sandaran kapal.

25. Rotan Seel (Daemonorops melanochaetes Blume)
- Penyebaran : Pulau Sumatera dan Jawa, dataran rendah sampai pegunungan pada 10 – 500 mdpl beriklim basah.
- Batang : Berumpun sampai 5 batang denagn diameter 22 – 25 mm, panjang ruas 22 – 28 cm hijau kekuningan bila kering warnanya kuning telur, kuat dan ulet
- Manfaat : Tali pengikat, umbut untuk sayur.

26. Rotan Loluo (Calamus sp)
- Penyebaran : Pulau Sulawesi, dataran rendah sampai pegunungan pada 1000 – 2000 mdpl, punggung bukit dan lereng bukit
- Batang : Soliter dengan diameter 25 – 40 mm, panjang ruas 25 – 40 cm, warna kemerahan bila kering kuning mengkilap, kuat dan ulet.
- Daun : Majemuk menyirip, anak daun bundar telur lanset, ada sulur panjat pada ujung daun, duduk daun berhadapan, hijau tua
- Manfaat : Kerangka kerajinan

27. Rotan Udang Semut (Kothalsia scaphigera Mart)
- Nama Daerah : Rotan Pitet (Kalimantan Barat), Lalun (Dayak), Samut (Jambi)
- Penyebaran : Sumatera dan Kalimantan, daerah yang tergenang air, tepi sungai berawa
- Batang : Soliter dengan diameter kurang dari 4 mm, panjang ruas 10 – 20 cm, warna coklat kusam, bergaris membujur, inti berwarna kuning gading
- Daun : Majemuk menyirip, anak daun belah ketupat agak lancip, duduk anak daun berselang seling, jumlah anak daun pada salah satu bagian 3 – 7 anak daun, panjang 20 cm dan lebar 10 cm
- Manfaat : Bahan pengikat yang cukup kuat dan mudah dibelah dalam kondisi segar.

28. Rotan Dahan (Korthalsia rigida Blume)
- Nama Daerah : Rotan Belandang/Meladang (Bangka Belitung)
- Penyebaran : Belitung, dataran rendah sampai pegunungan pada 1100 mdpl.
- Batang : Soliter dengan diameter 20 – 25 mm, panjang ruas 20 cm, panjang batang kurang dari 20 m, bentuk tidak rata, buku menonjol berwarna coklat kusam inti berwarna coklat muda
- Daun : Majemuk menyirip, anak daun belah ketupat menempel selang-seling panjang 1,5 m termasuk tangkai daun 10 cm dan sulur panjat 75 cm
- Manfaat : Bahan keranjang.

29. Rotan Meiya (Korthalsia echinometra Becc)
- Nama Daerah : Meiya (Kalimantan), Rotan Uwi Hurang (Palembang), Rotan Siu (Kubu/Jambi)
- Penyebaran : Kalimantan dan Sumatera, tanah berawa-rawa
- Batang : Soliter dengan diameter 30 mm, panjang ruas 20 – 25 cm, panjang batang sampai dengan kurang dari 35 m, bentuk rata, warna coklat kusam beralur memanjang, inti berwarna coklat muda
- Daun : Majemuk menyirip, warna anak daun bagian atas hijau gelap dan bagian bawah abu-abu keputih-putihan, panjang daun 1,8 m termasuk panjang sulur panjat 70 cm.
- Buah : Bulat, panjang 2,5 cm dan lebar 1,5 cm, biji berukuran 1,5 cm lebar 1 cm.

30. Rotan Lowa (Plepcomiopsis geminiflorus Becc)
- Nama Daerah : Rotan Lowa, Huwi Pupuran (Lampung)
- Penyebaran : Belitung, Kalimantan, Sumatera dan Malaysia, kawasan rawa gambut
- Batang : Soliter dengan diameter 30 mm, panjang ruas 20 – 25 mm, panjang batang kurang dari 35 m, bentuk rata, berwarna coklat kusam beralur memanjang, inti berwarna coklat muda.
- Daun : Majemuk menyirip, warna anak daun bagian atas hijau gelap dan bagian bawah abu-abu keputih-putihan, panjang daun mencapai 1,8 m termasuk panjang sulur 70 cm
- Buah : Berbentuk bulat dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1,5 cm, biji berukuran 1,5 cm dan lebar 1 cm.

31. Rotan Sabut (Daemonorops hystrix (Griff) Mart)
- Nama Daerah : Rotan Uwi Kalang Sintang (Palembang), Rotan Tahi Landak (Semenanjung Malaka)
- Penyebaran : Pulau Sumatera
- Batang : Berumpun kurang dari atau sama dengan 6 batang dengan diameter 8 – 15 mm, buku menonjol, panjang ruas 10 – 15 cm, kasar, agak mengkilat, sedikit beralur, kuning kecoklatan, panjang batang sampai dengan 25 m.
- Daun : Panjang 2,5 m tangkai daun + 40 cm berduri 5 cm, anak daun lanset panjang 35 cm lebar 1,3 cm. Anak daun pada salahsatu tangkai 60 buah.

32. Rotan Pakak (Daemonorops periacantha Miq)
- Nama Daerah : Uwi Landak (Palembang) Huwi Kapur Kapui (Lampung), Rotan Pakak (Belitung)
- Penyebaran : Sumatera, Kalimantan pada 200 mdpl
- Batang : Berumpun antara 2 – 3 batang, panjang batang 20 m dengan diameter 30 mm atau lebih (dengan pelepah), batang bersih berdiameter 10 – 17 mm, panjang ruas kurang dari 20 cm
- Daun : Menyirip majemuk, pelapah berduri rapat berwarna hitam kecoklatan sepanjang 6 cm, bagian bawah tangkai tulang daun berduri, anak daun lanset jumlah anak daun sampai 30 buah, panjang daun 40 cm lebar 3 cm.

33. Rotan Uwi Koroh (Daemonorops geniculata (Griff) Mart)
- Nama Daerah : Rotan Uwi Koroh (Palembang)
- Penyebaran : Sumatera Selatan pada 1000 mdpl.
- Batang : Berumpun 5 batang, panjang batang 15 m dengan diameter 1,5 cm dalam keadaan bersih dari pelepah 30 mm, panjang ruas 6 – 10 cm, buku menonjol warna coklat kekuningan, inti berwarna kuning gading, keras dan mudah dibelah
- Daun : Menyirip majemuk 3 m, tangkai daun 1 m atau lebih, ada sulur panjat pada ujung daun sepanjang 40 – 100 cm, anak daun lanset, duduk daun berhadapan, hijau gelap panjang 30 cm lebar 2 cm, pelepah dan diselimuti duri yang berbaris sejajar mengelilingi pelepah
- Manfaat : Untuk tongkat berjalan, mebel, keranjang.

34. Rotan Duduk (Daemonorops longipes (Griff) Mart)
- Nama Daerah : Rotan Rundang, Tanah (Bangka), Rotan Mentulak (Belitung), Rotan Huwi Tikus (Lampung)
- Penyebaran : Hutan Payau di Sumatera dan Kalimantan
- Batang : Berumpun 5 – 10 batang, panjang batang 10 m diameter dengan pelepah 5 cm, bersih tanpa pelepah 15 – 35 mm, panjang ruas 20 cm, warna suram, inti berwarna coklat sebam dan lunak
- Daun : Menyirip majemuk panjang 4,5 m atau lebih, tangkai daun 50 cm ada sulur panjat di ujung daun 125 cm, anak daun lanset selang-seling, jumlah anak daun pada satu bagian sampai 50 buah.
- Manfaat : Bahan perabotan rotan

35. Rotan Ulur (Calamus ulur Becc)
- Penyebaran : Sumatera Bagian Selatan
- Batang : Berumpun 6 – 8 batang panjang batang sampai dengan 40 m dengan diameter 25 mm dengan pelepah, bila bersih 10 mm, panjang ruas 20 cm berwarna coklat kekuningan, mengkilat, gelang warna gelap pada buku, inti berwarna kuning sebam, lemah, lentur, mudah dibelah, kuat dan ulet
- Daun : Menyirip majemuk dengan panjang 1,75 m, sulur panjat 1 m,tangkai daun 5 cm, anak daun lanset berhadapan, panjang anak daun 35 cm lebar 2,5 cm.
- Manfaat : Sebagai bahan keranjang batu bara (Sumatera)

36. Rotan Manau Tikus (Calamus tumindus Furtado)
- Penyebaran : Sumatera Barat, Semenanjung Malaysia
- Batang : Soliter, panjang sampai dengan 60 m dengan diameter pangkal 1,2 cm dan ujung 2,5 cm panjang ruas 12 – 30 cm
- Daun : Menyirip majemuk panjang 4 m, sulur panjat 1,5 m, anak daun lanset panjang 40 cm dan lebar 6 cm duduk berhadapan 25 pasang, pelepah berduri panjang tajam sampai dengan 4 cm dan lebar 7 cm
- Manfaat : Sebagai bahan pembuatan mebel rotan.

37. Rotan Manau Padi (Calamus marginatus Mart)
- Nama Daerah : Rotan Manau Padi (Bangka), Rotan Besi (Palembang), Rotan Pehekan (Kalimantan Selatan)
- Penyebaran : Sumatera dan Kalimantan
- Batang : Soliter pada dataran rendah dengan panjang sampai 40 m dengan diameter 10 – 15 mm, panjang ruas 12 – 20 cm, kuning mengkilat, gelang-gelang hitam melingkari buku, inti berwarna kuning gading, padat, keras, kokoh
- Manfaat : Mebel dengan kualitas yang tinggi

38. Rotan Tunggal (Calamus laevigatus Mart)
- Penyebaran : Kalimantan, Sumatera, Semenanjung Malayadan Singapura pada 800 mdpl
- Batang : Soliter dengan panjang batang mencapai 30 m dengan diameter 2 cm kotor, bila bersih tanpa pelepah 8 – 10 mm, panjang ruas 25 cm.
- Daun : Berwarna hijau gelap (segar) bila kering hijau kecoklatan, menyirip majemuk, anak daun lanset.

39. Rotan Dago Kancil (Calamus conirostris Becc)
- Nama Daerah : Rotan Dalun Buku (Palembang)
- Penyebaran : Sumatera dan Kalimantan, pinggiran sungai yang tidak tergenang air
- Batang : Berumpun 3 – 6 batang, panjang batang 35 m dengan diameter 10 mm, panjang ruas 35 cm atau lebih, berwarna kuning sebam mengkilat, inti berwarna coklat muda, lemah, lentur, lunak, sukar dibelah, peralihan buku tidak rata.
- Daun : Pelepah daun berduri panjang dan tajam, daun menyirip majemuk 2,5 m, tangkai daun 50 cm ada sulur daun, tangkai daun berduri pendek, sulur panjat 75 cm, anak daun berwarna hijau gelap, jumlah anak daun 35 buah, anak daun lanset panjang 40 cm lebar 2 cm
- Manfaat : Bahan pengikat pada bangunan rumah, anyaman, keranjang kasar.

40. Rotan Lita (Daemonorops lemprolepis Becc)
- Nama Daerah : Rotan Lita (Wajo)
- Penyebaran : Sulawesi Bagian Selatan pada rawa-rawa air tawar dan asin
- Batang : Berdiameter 5 – 10 mm, panjang ruas 20 – 35 cm warna kuning cerah mengkilat, inti berwarna kuning gading
- Manfaat : Bahan pembuatan keranjang.
Read More..